Bacaini.id, KEDIRI – Tanaman tebu (Saccharumofficinarum L) pertama kali ditemukan pada tahun 8.000 sebelum Masehi di Papua Nugini. Ketika terjadi ekspansi ke arah Barat Papua, Tebu mulai menyebar ke Indonesia, Filipina dan India.
Buku History of Java yang ditulis Raffles menyebut pada awalnya tebu tidak dikonsumsi sebagai bahan pemanis, melainkan minuman penyegar. Caranya dengan mengunyah batang tebu untuk mendapatkan sarinya.
Menurut Raffles, masyarakat pribumi lebih menyukai gula merah untuk dikonsumsi dari pada mengolah tebu menjadi gula kristal.
Sekitar abad 17, Pemerintah Hindia Belanda memperkenalkan tebu yang laku di pasaran Eropa melalui sistem tanam paksa. Tanam paksa dilakukan untuk memperbaiki keuangan Pemerintah Belanda yang menipis akibat perang, serta mendapatkan hasil bumi besar dengan upah buruh murah.
Tanaman tebu ini banyak dibudidayakan di Pulau Jawa dan Sumatera sebagai sentra terbesar penghasil Tebu. Banten diduga menjadi lokasi pertama pembuatan gula pasir di Indonesia. Hal ini berdasarkan temuan batu silinder di Museum Banten Lama dan lukisan peta Kota Banten tahun 1595.
Pada tahun 1870, Belanda menghapus tanam paksa. Untuk menjaga pasokan, pabrik gula diwajibkan menanam tebu dengan sistem sewa dari petani.
Perkebunan tebu tanah air pernah mencapai puncak kejayaan pada tahun 1930, dimana industri gula berkembang sangat pesat. Pulau Jawa tercatat memiliki 179 pabrik gula dengan kapasitas produksi 3 juta ton per tahun, ditambah 16 perusahaan tebu.
Setelah Indonesia merdeka, perkebunan tebu dan pabrik gula diakui sebagai aset nasional. Sekitar tahun 1950-an pengelolaan aset kebun dan pabrik diserahkan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia.
Baca selanjutnya Ambruknya Pabrik Gula Tanah Air
Penulis: Dilawati
Editor: HTW
Tonton video: