Bacaini.id, KEDIRI – Meski telah berhasil membuktikan diri menjadi perajin sikat dengan banyak karyawan, perlakuan diskriminatif masih saja dialami Winarko. Di beberapa tempat dirinya kerap dipandang sebelah mata karena kondisi fisiknya.
Seperti saat mengikuti pameran, di mana para pengunjung tak menyentuh produknya dan justru melihat kakinya. “Ada pengunjung ibu-ibu hamil yang begitu melihat kaki saya langsung mengelus perut dan meludah, mungkin tak ingin anaknya lahir seperti saya,” katanya trenyuh.
Perlakuan itu seperti melekat dengan kehidupan Winarko dan istrinya. Terakhir saat dia menemani kedua anaknya berwisata di tempat umum, tiba-tiba ada seseorang yang datang memberinya uang. Termasuk saat mengantre makanan untuk membelikan anaknya, penjual makanan justru memberinya cuma-cuma. “Saya dikira pengemis,” tukasnya.
baca ini Berjuang Jadi Pengusaha Sikat
Pengalaman itulah yang kerap membuat Winarko was-was. Dia tak berharap hal itu kelak akan dialami anaknya.
Karena itu dia berjuang keras menunjukkan keberdayaannya. Selain keterampilan membuat sikat, Winarko juga ahli membuat beragam kerajinan tangan. Demikian pula istrinya yang menjadi guru ngaji bagi ibu-ibu sekitar.
Winarko berpesan kepada para penyandang disabilitas untuk berdaya. “Jangan bersembunyi di dalam rumah. Keluar dan cari pekerjaan. Hidup kita tidak akan selamanya bergantung pada keluarga. Juga para orang tua, jangan pernah menyembunyikan anaknya yang difabel. Ajaklah bergaul agar mereka percaya diri. Karena itulah bekal mereka untuk menjalani kehidupan di masa mendatang,” pesan Winarko.
Penulis: HTW
Editor: Budi S
Tonton video: