Saya ibu rumah tangga berusia 27 tahun dan telah menikah selama tiga tahun serta memiliki satu anak. Suami saya seorang pengusaha yang lumayan mapan, sehingga kehidupan ekonomi kami tercukupi.
Sayang kondisi ekonomi itu tidak sejalan dengan perilakunya pada saya. Setiap terjadi salah paham, dia sering berkata kotor dan tak segan menampar dan menjambak rambut saya. Kejadian ini sudah berkali-kali dan membuat saya trauma.
Jika penganiayaan itu terus terjadi, apakah saya bisa melaporkan kepada pihak berwajib? Bagaimana caranya. Terima kasih banyak atas penjelasannya.
Widya di Tulungagung
Jawaban:
Terima kasih ibu Widya atas pertanyaannya. Sebagai manusia biasa, sudah menjadi kewajiban untuk saling mengingatkan. Artinya, sebisa mungkin hal itu dibicarakan baik-baik dengan suami. Namun jika ibu Widya sudah merasa tidak betah dan ingin melaporkan ke polisi, maka jawabnya ‘bisa’.
Negara telah melindungi warganya dalam perkara kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan terbitnya undang-undang nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT).
Jika mengambil definisi kekerasan dalam rumah tangga dalam pasal 1 aturan tersebut; “Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”.
Dalam undang-undang PKDRT, unsurnya terdapat dalam pasal 44 ayat (1) sebagaimana berikut ini :
- Setiap orang
- Melakukan perbuatan kekerasan fisik
- Dalam lingkup rumah tangga
Undang-undang PKDRT memerintahkan negara untuk memberi perlindungan melalui Pengadilan, sebagaimana diatur dalam pasal 28 – 38 Undang-undang nomor 23 tahun 2004.
Pengadilan wajib mengeluarkan surat penetapan yang berisi perintah perlindungan dalam kurun waktu 7 hari sejak diterimanya surat permohonannya (kecuali ada alasan yang patut). Permohonan tersebut dapat disampaikan dalam bentuk lisan dan tulisan.
Sesuai pasal 29 UU PKDRTS, permohonan untuk memperolah surat perintah perlindungan dapat diajukan oleh:
- Korban atau keluarga korban;
- Teman korban;
- Kepolisian;
- Relawan Pendamping, atau;
- Pembiming rohani;
Alur Lapor Polisi
Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan masyarakat yang tengah menghadapi KDRT dan ingin melapor kepada kepolisian:
- Apabila mengalami KDRT, khususnya dalam bentuk kekerasan fisik, maka korban harus segera lapor ke pihak kepolisian.
- Nanti pelapor diarahkan untuk melakukan visum et repertum yang dilakukan oleh orang yang berkompeten. Di Indonesia, hasil visum dapat dikategorikan sebagai alat bukti surat yang diajukan ke pengadilan dalam proses pembuktian.
- Apabila laporan dilakukan ke Kepolisian Resor (Polres) setempat, maka korban akan dirujuk ke bagian unit Perempuan dan Anak.
- Pelapor akan dimintai keterangannya sebagai saksi. Jika ada, korban dianjurkan menyertakan bukti-bukti untuk memperkuat laporan.
- Bila polisi merasa sudah ada minimal dua alat bukti maka pihak terlapor dapat ditingkatkan statusnya menjadi tersangka.
- Jangan lupa catat siapa penyidik yang menangani kasus tersebut. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pelapor mengikuti perkembangan penanganan kasus.
Lapor Komnas Perempuan
Komnas Perempuan memberikan beberapa cara untuk memudahkan korban KDRT mendapatkan pertolongan melalui langkah-langkah berikut:
- Melaporkan ke alamat email pengaduan@komnasperempuan.go.id atau media sosial dengan mengetuk direct message ke Twitter, Facebook, atau Instagram. Laporan yang masuk akan diproses selama 1×24 jam atau mungkin lebih cepat.
- Laporan pengaduan yang diterima akan dilanjutkan pada Forum Pengada Layanan sesai domisili korban untuk diberikan pendampingan.
- Siapkan bukti adanya KDRT untuk melancarkan pelaporan ini.