Bacaini.ID, JAKARTA – Usulan Soeharto mendapat gelar Pahlawan Nasional ditentang KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), Mustayar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Dikutip dari NU Online, Gus Mus blak-blakan mengatakan keberatan jika Presiden RI ke-2 Soeharto diusulkan mendapat gelar Pahlawan Nasional. Sebab selama berkuasa telah banyak melakukan ketidakadilan terhadap NU.
“Saya paling tidak setuju kalau Soeharto dijadikan Pahlawan Nasional,” kata Gus Mus di kediamannya Rembang, Jawa Tengah Rabu (5/11/2025).
Baca Juga:
- Profil Soeharto: Lahir, Jadi Presiden dan Jemput Gelar Pahlawan
- OTT KPK Terhadap Bupati Ponorogo Terkait Mutasi Jabatan?
- Soeharto Pernah Bikin Jenderal Belanda Melongo
Gus Mus beralasan Soeharto selama berkuasa banyak melakukan ketidakadilan terhadap ulama pesantren dan NU.
Di masa Soeharto berkuasa papan nama NU tidak boleh dipasang. Yang telah dipasang diturunkan melalui perintah bupati-bupati. Kemudian banyak kiai dimasukin sumur dan dipaksa masuk Golkar.
Gus Mus mencontohkan adiknya sendiri, Kiai Adib Bisri akhirnya memutuskan keluar dari PNS setelah dipaksa masuk Golkar.
Gus Mus juga mengatakan melihat sendiri Kiai Sahal Mahfudz didatangi pengurus Golkar Jawa Tengah. Kiai Sahal dipaksa menjadi penasehat Golkar Jawa Tengah dan ditolak.
Menurut Gus Mus banyak ulama dan pejuang bangsa yang memiliki jasa besar namun keluarganya tidak pernah mengusulkan gelar pahlawan. Hal itu untuk menjaga keikhlasan amal kebaikan yang bersangkutan.
“Banyak kiai yang dulu berjuang, tapi keluarganya tidak ingin mengajukan gelar pahlawan. Alasannya supaya amal kebaikannya tidak berkurang di mata Allah. Kalau istilahnya menghindari riya,” kata Gus Mus.
Kemudian kalau ada orang NU yang setuju Soeharto diusulkan mendapat gelar Pahlawan Nasional, Gus Mus menilai hal itu menunjukkan kurangnya melek sejarah.
“Orang NU kalau ada yang ikut-ikutan mengusulkan berarti tidak ngerti sejarah,” tegas Gus Mus.
Sementara dalam acara diskusi bertema NU, PNI dan Kekerasan Orde Baru pada Jumat 7 November 2025 di Jakarta.
Founder islami.co sekaligus Ketua PBNU Savic Ali mengatakan, rakyat tidak tahu definisi negara tentang sosok pahlawan itu apa dan siapa.
Yang dipahami Savic Ali, pahlawan itu orang yang berani mempertaruhkan keselamatannya, kepentingannya demi keselamatan dan kepentingan orang lain.
Pahlawan itu mendahulukan kepentingan orang lain dan bahkan sampai bertaruh kepentingan, kerugian dan keselamatan. “Itu yang layak disebut pahlawan,” kata Savic.
Ia tidak melihat semua syarat itu ada pada sosok Soeharto. “Pak Harto saya kira tidak mempertaruhkan keselamatan dan kepentingannya. Justru dia mendahulukan kepentingannya,” tambahnya.
Menurut Savic, Soeharto merupakan salah satu presiden paling kaya di dunia, bahkan sampai hari ini. Sesuai catatan majalah Time lebih dari 15 miliar dollar atau setara ratusan triliun.
Padahal sebelumnya militer bukan pengusaha. Savic menyebut pertumbuhan ekonomi orde baru dinikmati Soeharto sendiri, keluarga dan kroninya. Bukan rakyat secara mayoritas.
Bahkan sebagian besar rakyat tidak punya akses kesehatan dan pendidikan. Mereka terpinggirkan dan termarginalisasi. Sebab hasil pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati oleh segelintir orang.
“Bagaimana dia (Soeharto) bisa disebut pahlawan?,” kata Savic.
Kendati demikian kalau segelintir orang tersebut mau menganggap Soeharto sebagai pahlawan, Savic Ali mempersilahkan. Namun negara tidak perlu menobatkannya sebagai pahlawan nasional.
Seperti diketahui, saat ini nama Presiden RI ke-2 Soeharto masuk ke dalam daftar nama yang diusulkan mendapatkan gelar Pahlawan Nasional.
Penulis: Tim Redaksi
Editor: Solichan Arif





