Bacaini.ID, KATHMANDU – Setelah pemerintah Jepang menaikan pajak akomodasi wisata Kota Kyoto yang berlaku mulai Maret mendatang, kini pemerintah Nepal melakukan hal sama untuk pendakian Everest.
Overtourism diketahui menyebabkan berbagai masalah bagi pemerintah setempat. Di antaranya, kemacetan, sampah dan masalah sosial lain yang itu juga mengintai kota-kota wisata lain yang banyak dikunjungi turis.
Dikutip dari The Kathmandu Post, pemerintah Nepal telah menaikkan biaya izin pendakian Everest secara signifikan dengan tujuan mengendalikan polusi sampah.
Kemudian juga bertujuan menekan angka kecelakaan di kawasan gunung tertinggi di dunia itu.
Diketahui sejak tahun 1922 terjadi korban pertama pendakian Everest lantaran longsoran salju, dan ratusan kematian sesudahnya selalu dilaporkan terbuka.
Namun hal itu tidak menyurutkan hasrat para pendaki dari berbagai belahan dunia untuk berlomba-lomba melakukan pendakian.
Berdasarkan peraturan pendakian yang direvisi oleh pemerintah Nepal. Biaya royalti orang asing yang mendaki Everest dari rute normal selatan pada musim semi (Maret-Mei) naik menjadi $15.000 atau senilai 243 juta rupiah lebih.
Sementara ongkos sebelumnya atau masih berlaku saat ini $11.000 per orang atau sekitar 178 juta rupiah.
Biaya pendakian musim gugur (September-November) juga naik dari $5.500 menjadi $7.500 atau sekitar 122 juta rupiah.
Pada saat yang sama, biaya izin per individu untuk musim dingin (Desember-Februari) dan musim hujan (Juni-Agustus) meningkat dari $2.750 menjadi $3.750 atau sekitar 61 juta rupiah.
Tarif baru tersebut akan berlaku mulai 1 September 2025. Hebatnya, pemesanan yang sudah dikonfirmasi untuk ekspedisi musim semi 2025 tidak terpengaruh perubahan biaya.
Sementara bagi pendaki Nepal, biaya royalti untuk rute normal selama pendakian musim semi meningkat dua kali lipat, dari 75.000 rupee menjadi 150.000 rupee.
Izin pendakian yang sebelumnya berlaku 75 hari, kini dibatasi menjadi 55 hari.
Pengurangan validitas tersebut bertujuan untuk mengefektifkan kegiatan pendakian.
Sesuai aturan baru, mulai musim semi mendatang pendaki Everest diharuskan membawa kotoran mereka (tinja) kembali ke base camp untuk dibuang dengan benar.
Pendaki harus membawa tas biodegradable untuk mengumpulkan sampah di hulu.
Base camp biasanya memiliki tenda toilet dengan tong untuk menampung kotoran manusia selama ekspedisi.
Semua kebijakan baru yang akan diterapkan merupakan bagian dari upaya yang lebih luas untuk mengatasi degradasi lingkungan di wilayah Everest.
Para pendaki telah lama mengandalkan praktik-praktik yang tidak ramah lingkungan, seperti menumpuk sampah, termasuk membuang sembarangan tabung oksigen.
Kemudian juga membiarkan tenda-tenda terbengkalai, sampah kemasan makanan serta kotoran manusia.
Praktik-praktik seperti ini telah merusak keindahan alam di sekaligus menimbulkan bahaya kesehatan bagi masyarakat setempat.
Penulis: Bromo Liem
Editor: Solichan Arif