Bacaini, KEDIRI – Sempat viral di media sosial sebuah upacara adat kematian di suatu daerah di mana rumah duka terdapat perabot rumah tangga baru memenuhi jalan sekitar.
Perabot rumah tangga yang berjajar itu mulai lemari hingga alat masak.
Keunikan tradisi ini adalah bagian dari Attumate, tradisi kematian yang ada di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.
Sebuah studi penelitian dari Universitas Negeri Makassar menyebut tradisi Attumate atau Pattumateang merupakan proses perlakuan terhadap orang yang meninggal dunia.
Tradisi ini dulunya banyak dilaksanakan oleh masyarakat Kabupaten Takalar namun kini sudah banyak ditinggalkan secara umum.
Attumate memiliki makna sedekah dan silaturahmi yang berguna untuk mendoakan seseorang yang telah meninggal.
Dari penelitian terungkap beberapa masih menjalankan tradisi ini yaitu masyarakat Desa Lakatong.
Mereka percaya dengan menjalankan tradisi yang telah lama jadi adat leluhur akan memudahkan perjalanan seseorang yang telah meninggal hingga ke alam baka.
Tradisi Attumate masih bertahan karena masih kuatnya pengaruh Sayyid di Desa Lakatong yang tersebar di sepanjang pesisir pantai Lamangkia sampai Laikang.
Masyarakat Desa Lakatong juga masih menganggap tradisi ini merupakan kebanggaan keluarga yang harus diperjuangkan sehingga harus dilaksanakan.
Seperti lazimnya tradisi upacara kematian adat di beberapa daerah Nusantara, Attumate juga melambangkan status sosial keluarga.
Semakin banyak atau mewah sedekah yang dilakukan keluarga, maka akan dianggap memiliki status sosial yang tinggi.
Biasanya dalam Attumate, keluarga akan bersedekah berupa perabot rumah tangga dan makanan untuk orang-orang yang terlibat dalam prosesi.
Prosesi pelaksanaan tradisi Attumate memiliki beberapa tahapan.
• Ammuntuli, mengundang secara lisan. Salah satu keluarga, perempuan dewasa dengan baju adat, pergi menemui beberapa orang yang dianggap bisa mengurus mayat.
• Ni Je’ne, merupakan proses memandikan mayat oleh orang-orang yang sudah ditentukan.
• A’roko, mengkafani.
• Angnyambayangngi, proses menyolatkan jenazah yang dilakukan di rumah atau di masjid.
• Soso’ Kali’bong, proses mengantarkan jenazah ke pekuburan hingga saat jenazah diturunkan ke liang lahat.
• Ammaca Talakking, membacakan doa talkin.
• Ammaca Kanre, setelah jenazah dikebumikan, keluarga di rumah duka telah menyiapkan makanan dan minuman serta membakar dupa.
Kegiatan ini akan terus dilakukan hingga puncak upacara yang disebut Appalappasa Allo.
• Angngaji-Aji, pengajian. Kegiatan yang juga bagian dari Ammaca Kanre. Pengajian yang mengundang masyarakat dan terutama Anrong Guru.
• Allo Parallu, hari-hari besar pelaksanaan tradisi Attumate. Yaitu hari ke-3, ke-7, ke-10, ke-20, ke-30, ke-40, ke-100.
Terakhir pelaksanaan adalah 1 tahun kematian. Pada hari-hari khusus tersebut, keluarga akan mengundang Anrong Guru, Imam desa dan jajarannya, tokoh masyarakat dan pemerintah Desa untuk salat berjamaah dan melakukan ritual adat.
• Allo Biasa, merupakan rangkaian ritual diluar hari besar atau khusus.
• Appalappasa Allo, puncak dari tradisi Attumate yang juga merupakan Allo Parallu.
Dilaksanakan pada hari ke-20 atau ke-40 tergantung keluarga.
Pada hari tersebut keluarga telah menyiapkan barang-barang berupa lemari, sofa, meja makan, tempat tidur, alat dapur, pakaian, makanan dan berbagai jenis kue yang akan diberikan ke Anrong Guru.
Kegiatan inilah yang viral di media sosial beberapa waktu lalu. Kegiatan pemberian barang-barang ini disebut Appanaung Pangnganreang.
Penulis: Bromo Liem
Editor: Solichan Arif