Bacaini.id, SURABAYA – Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menetapkan Rohana Kudus sebagai pahlawan nasional. Rohana adalah wartawan perempuan pertama di Indonesia.
Penetapan Rohana yang bernama asli Sitti Rohana sebagai Pahlawan Nasional ini tidak lepas dari upaya pemerintah Sumatra Barat yang telah mengusulkan sebagai pejuang nasional pada 2018. Sebanyak dua kali pengajuan itu ditolak dan akhirnya diterima dan diresmikan pada 6 November 2021 lalu.
Sitti Rohana atau Rohana Kudus adalah perempuan kelahiran Koto Gadang, Kabupaten Agam, Sumatra Barat, 20 Desember 1884. Dia hidup pada jaman yang sama dengan RA Kartini disaat memperjuangkan emansipasi wanita.
Sebagaimana pada jaman itu kaum perempuan tidak mendapatkan pendidikan yang layak, Rohana tumbuh sebagai perempuan yang cerdas meski tidak pernah mengenyam pendidikan formal.
baca ini Memprihatinkan Daerah Ini Seperti Bukan Jawa Timur
Sejak usia muda dia sudah bisa membaca, menulis dan fasih berbahasa Belanda. Kemampuan yang cukup jarang dimiliki perempuan pada jaman serba terbatas kala itu. Bahkan Rohana juga aktif dalam berbagai kegiatan.
Didukung dengan keinginannya yang kuat dan peduli dengan pendidikan bagi kaum perempuan, Rohana mendirikan sebuah sekolah Kerajinan Amai Setia (KAS) di Koto Gadang pada tahun 1911. Sekolah tersebut sengaja didirikan khusus anak-anak perempuan untuk mendidik dan mengasah keahlian mereka.
Tidak cukup puas, Rohana mengungkapkan keinginannya kepada sang suami Abdul Kudus untuk memperluas perjuangannya. Dia memiliki keinginan yang kuat untuk berbagi ilmu pengetahuan dan pengalaman dengan kaum perempuan di daerah lain.
baca ini Ki Hajar Dewantara Tokoh Pers Selain Rohana Kudus
Beruntung keinginan tersebut mendapat dukungan penuh dari sang suami. Perjuangannya dimulai dengan mengirimkan surat kepada Datuk Sutan Maharadja, pemimpin redaksi Oetoesan Melajoe, di Padang. Disampaikannya agar perempuan diberi kesempatan mendapat pendidikan sama dan berharap media tersebut memberikan ruang untuk tulisan kaum perempuan.
Untuk tetap fokus dengan sekolah KSA miliknya, Maharadja mengusulkan anaknya, Ratna Juwita Zubaidah membantu mengurus keperluan redaksi di Padang sedangkan Rohana mencari kontributor untuk mengisi rubrik dalam surat kabar.
Terbitlah Soenting Melajoe. Kata “Sunting” dipilih karena berarti perempuan dan “Melayu” mewakili nama wilayah mereka. Surat kabar yanh diperuntukkan bagi perempuan di seluruh tanah Melayu terbit pertama kali pada 10 Juli 1912.
Surat kabar dengan panjang 4 halaman itu terbit setiap satu minggu sekali. Semakin lama jangkauan Soenting Melaju semakin luas di seluruh Minangkabau dan Sumatra, bahkan hingga Malaka dan Singapura.
Rubrik dari surat kabar tersebut juga beragam, mulai dari berita terjemahan bahasa Belanda, juga menyajikan rubrik sejarah hinhha puisi. Kesuksesan itu membuat Rohana semakin semangat mengajak murid dan teman-temannya untuk menulis di Soenting Melajoe sebagai wadah untuk menampung aspirasi mereka.
Kolaborasi Rohana dan Ratna Juwita melahirkan tulisan dan artikel-artikel yang kerap muncul di setiap edisi. Aktivitasnya yang semakin sibuk membuat Rohana harus pandai mengatur waktu, sebagai guru, mengurus perkumpulan perempuan dan menulis artikel.
Sebagai pejuang nasional melawan Belanda, Rohana membantu pergerakan politik dengan tulisannya yang membakar semangat juang para pemuda. Kiprah Rohana di dunia jurnalistik semakin dikenal dari surat kabar Poetri Hindia.
Koran tersebut dianggap sebagai koran perempuan ertama di Indonesia, tepatnya pada tahun 1908 di Batavia. Rohana meninggal dunia pada tanggal 17 Agustus 1972 di Jakarta.
Penulis: Novira Kharisma
Diolah dari berbagai sumber
Tonton video:
Comments 1