Bacaini.ID, KEDIRI – Lewat majalah mingguan Hikmah yang terbit mulai tahun 1947, para kader Partai Masyumi memiliki ruang bersuara.
Terutama sayap Masyumi dari kelompok Moh Natsir. Natsir yang kelak menjadi Ketua Umum Masyumi (1950-1960) menjabat sebagai Pemimpin Redaksi.
Sembari mengampanyekan berislam ala Masyumi, redaksional Hikmah getol mengghibah komunis. Sisi gelap komunisme diblejeti, dicaci maki.
Lewat rubrik ‘Lawan dan Kawan’, Partai Komunis Indonesia (PKI) dikremus habis.
“Toleransi dengan orang-orang komunis berarti mengasuh anak macan,” tulis Hikmah edisi 15 Oktober 1955.
Kendati demikian sejumlah jajaran pimpinan teras Masyumi menganggap pengaruh Hikmah belum signifikan.
Sementara di luar Hikmah mereka juga memiliki surat kabar Al Djihad, Suara Masyumi, dan Suara Partai Masyumi.
Di cabang partai Masyumi di daerah ada Tuntunan, Medan Pemuda dan Padalarang. Namun tidak berpengaruh signifikan.
Partai Masyumi butuh media yang memiliki jangkauan pembaca lebih luas, bukan hanya dikonsumsi anggota partai. Perlu media harian muslim.
“Yang mempresentasikan kepentingan Masyumi dalam dunia jurnalisme Indonesia yang membingungkan,” demikian dikutip dari surat pejabat Kantor Penerangan AS di Jakarta (Eternal at five and one-half: The biography of newspaper) 23 Agustus 1956.
Pada 2 Januari 1951 Masyumi menerbitkan Abadi dengan bentuk perseroan terbatas. Saham Abadi dimiliki para pimpinan teras Masyumi serta pimpinan staf redaksi.
Sebagai koran umum Abadi mengusung tagline ‘Untuk Agama, Bangsa dan Negara’.
Moh Natsir yang menjadi Ketua Umum Masyumi meminta Suardi Tasrif sebagai pemimpin redaksi Abadi. Tasrif merupakan sohibnya sejak pra kemerdekaan.
Abadi langsung tampil melesat. Oplahnya mencapai 34 ribu per hari. Berada empat besar di antara Harian Rakyat (PKI), Soeloeh Indonesia (PNI) dan Pedoman (PSI).
Abadi menerapkan kebijakan politik redaksi yang mendukung penuh program Masyumi. Di saat yang sama getol menghajar lawan-lawan politik Masyumi, utamanya PKI.
Pada tahun 1960 Pemerintahan Presiden Soekarno menerbitkan Peraturan Peperti No 10/1960.
Intinya semua media massa diminta menyetujui dan menandatangani pernyataan 19 pasal yang mendukung Manipol – Usdek.
Perusahaan media yang tidak setuju harus berhenti terbit. Pada Oktober 1960 Pimred Abadi Suardi Tasrif memilih penerbitan Abadi dibredel.
7 tahun kemudian atau tahun 1967, Abadi hidup kembali. Namun kemudian kembali dibredel akibat pemberitaan Peristiwa Malari tahun 1974 atau masa pemerintahan Presiden Soeharto.
Penulis: Solichan Arif