Bacaini.ID, JAKARTA – Di tengah gemuruh perubahan tata kelola negara, sebuah lembaga baru hadir menghiasi lanskap birokrasi Indonesia. Badan Otorita Penerimaan Negara (BOPN), begitu namanya, lahir dari visi Presiden Prabowo Subianto untuk merevolusi sistem perpajakan nasional yang selama ini terkesan stagnan.
Bayangkan sebuah badan super yang langsung berada di bawah komando Presiden, diperkuat dengan teknologi digital mutakhir, dan dikawal oleh jajaran petinggi negara dari berbagai lini – mulai dari Panglima TNI hingga Kapolri. BOPN hadir bukan sekadar untuk memungut pajak, tapi untuk mengubah wajah perpajakan Indonesia yang selama ini terkesan kaku dan terpusat.
“Ini bukan lagi tentang business as usual,” begitu kira-kira spirit yang mengalir dalam pembentukan BOPN. Lembaga ini hadir dengan ambisi besar, yaitu membebaskan pengelolaan penerimaan negara dari kungkungan birokrasi yang selama ini terkonsentrasi di satu kementerian.
Prof. Dr. Edi Slamet Irianto, mantan Dewan Pakar TKN bidang perpajakan mengungkapkan kegelisahannya tentang sistem yang ada. Menurutnya, konsentrasi kekuasaan di Kementerian Keuangan justru menjadi bottleneck bagi visi pembangunan Presiden Prabowo.
Struktur BOPN sendiri dirancang bak orkestra besar dengan berbagai instrumen yang saling melengkapi. Bayangkan sebuah organisasi dengan dua wakil kepala, enam deputi, dan dilengkapi pusat data sains yang mengadopsi teknologi AI hingga blockchain. Ini bukan sekadar lembaga pemungut pajak, tapi sebuah ecosystem builder untuk penerimaan negara yang lebih efektif.
Yang menarik, BOPN juga akan memiliki perwakilan di tingkat provinsi dengan status eselon 1B – sebuah langkah berani untuk mendekatkan otoritas pajak dengan masyarakat di daerah. Inilah yang disebut sebagai demokratisasi perpajakan, membawa urusan penerimaan negara lebih dekat ke akar rumput.
Namun, seperti pepatah “tak ada gading yang tak retak,” kelahiran BOPN juga membawa dinamika tersendiri dalam konstelasi politik ekonomi nasional. Gesekan dengan kebijakan yang sudah ada, termasuk Tax Amnesty dan sistem core tax administration, menjadi tantangan yang harus dihadapi dengan bijak.
BOPN hadir bukan untuk menciptakan konflik institusional, melainkan untuk membawa angin segar dalam tata kelola penerimaan negara. Dengan struktur yang solid dan visi yang jelas, lembaga ini diharapkan bisa menjadi katalis perubahan menuju Indonesia yang lebih sejahtera.
Kini, tinggal menunggu waktu untuk melihat bagaimana “orkestra besar” bernama BOPN ini akan memainkan simfoninya dalam lanskap ekonomi Indonesia. Satu hal yang pasti, perubahan telah dimulai, dan Indonesia sedang bergerak menuju era baru dalam pengelolaan penerimaan negara.
Penulis: Danny Wibisono*
*)Kepala Litbang Bacaini.ID