Bacaini.id, MOJOKERTO – Jika pada umumnya candi merupakan sisa peninggalan masa lalu, candi di Mojokerto ini riil buatan manusia, Candi Waji namanya. Candi buatan ini sengaja dibangun untuk mempererat persatuan antar umat beragama.
Candi Waji yang berdiri di Dusun Sumbertempur, Desa Sumbergirang, Kecamatan Puri, Mojokerto ini dibangun oleh Ki Wiro Kadek Wongso Jumeno. Pria yang akrab disapa Mbah Wiro ini ingin menunjukkan bahwa tidak semua candi memiliki akar sejarah.
Bangunan serupa Pura ini lebih berfungsi sebagai landmark atau tugu peringatan yang terbuka bagi siapapun. Mbah Wiro bahkan tidak peduli jika tempat ini digunakan orang untuk bermeditasi atau hanya sekedar melepas penat sambil menyeruput kopi.
Candi Waji yang berdiri sekitar delapan meter di atas tanah ini bercorak Hindu-Buddha. Di area candi sebelah barat terdapat musala yang hingga saat ini sering digunakan warga dan juga pengunjung untuk menunaikan salat.
“Candi ini jadi tetenger, bukan rumah ibadah. Banyak orang yang masih bingung dengan itu. Selama tidak ada yang membuat heboh, semua orang boleh melakukan apapun yang mereka mau,” kata Mbah Wiro kepada Bacaini.id, Jumat, 24 Februari 2023.
Mbah Wiro menjelaskan, nama Waji merupakan kependekan dari ‘Wayahe Dadi Siji’ dalam bahasa jawa, dengan kata lain berarti momen menyatukan. Nilai kemanunggalan merupakan salah satu item yang diperuntukkan bagi desa setempat.
“Wayahe dadi siji punya makna yang dalam. Selama ini kami selalu dibeda-bedakan, karena agama misalnya. Saya ingin memberi wadah bagi bersatunya pemeluk agama di sini,” ujarnya.
Candi Waji sering menjadi tempat Mbah Wiro menyampaikan ceramah yang menekankan kerukunan dan kesatuan. Gagasan kebersamaan, menurut Mbah Wiro merupakan semangat pluralisme yang diturunkan dari para pendahulu, khususnya di Mojokerto.
Menurutnya, perpecahan sangat mungkin terjadi dengan adanya kepentingan-kepentingan pribadi, termasuk kepentingan berkedok agama. Hal itu menjadi kekhawatiran Mbah Wiro, terlebih jika perpecahan terjadi di lingkup kecil, seperti di lingkungan desa misalnya.
“Karena punya kepentingan yang berbeda jadi tidak akur. Mbok ingatlah nasihat nenek moyang kita, dan hiduplah dengan damai. Apapun konteksnya, harmoni adalah yang paling penting,” pesan Mbah Wiro.
Secara tulus, pria asli Mojokerto ini menginginkan gagasan persatuan dalam ‘Wayae Dadi Siji’ sebagai manifestasi dari ajaran Pancasila. Selama pembangunan Candi Waji, konsep Pancasila yang dijunjung Mbah Wiro mendapat dukungan dari banyak pihak.
Warga sekitar desa juga menyambutnya dengan antusias. Mereka menilai keberadaan Candi Waji yang baru selesai dibangun pada tahun 2016 itu dapat meningkatkan toleransi antar umat beragama.
“Tidak lepas dari pengamalan Pancasila, khususnya Sila pertama dan ketiga. Semangat ini perlu dilestarikan, warga antar umat beragama di sini harus bisa hidup berdampingan tanpa membeda-bedakan satu sama lain,” tandasnya.
Penulis: Fio
Editor: Novira