Bacaini.ID, KEDIRI – Perang Topat merupakan salah satu tradisi unik yang dimiliki masyarakat Lombok Nusa Tenggara Barat.
Topat pada istilah Perang Topat merujuk pada ketupat dalam bahasa lokal. Bukan perang dalam arti yang sebenarnya.
Perang Topat merupakan ritual penuh makna tentang kebersamaan dan toleransi. Tradisi ini berlangsung rutin setiap tahun di Pura Lingsar.
Sebuah tempat yang dianggap istimewa, digunakan bersama-sama oleh umat Hindu dan Muslim. Mereka berkumpul bersama, melakukan ritual yang diwariskan turun temurun.
Baca Juga: Sejarah Nyirih, Tradisi Kuno Nusantara yang Coba Dibunuh Kolonial Belanda
Tradisi Perang Topat digelar setiap bulan purnama ke tujuh dalam penanggalan Suku Bali.
Puncak acara berlangsung setelah salat ashar atau dalam bahasa Sasak ‘rarak kembang waru’, gugur bunga waru.
Tanda alam yang dipakai para pendahulu untuk mengetahui waktu salat ashar.
Baca Juga: Mengintip Sapi di Nusantara Beserta Tradisi Pacuannya
Dalam acara ini, umat Hindu dan Muslim memenuhi Pura Lingsar.
Mereka mengawali ritual Perang Topat dengan upacara Puja Wali, sebagai ungkapan atas puji syukur limpahan berkah dari sang pencipta.
Setelah ritual doa selesai, barulah perang ketupat dimulai. Saling melempar ketupat di antara masyarakat muslim dengan masyarakat hindu.
Ketupat yang telah digunakan untuk berperang sering kali diperebutkan, karena dipercaya bisa membawa kesuburan bagi tanaman agar hasil panen bisa maksimal.
Kepercayaan ini sudah berlangsung ratusan tahun dan masih terus dijalankan hingga kini.
Penulis: Bromo Liem
Editor: Solichan Arif