Bacaini.ID, TRENGGALEK – Festival Sungai dan Lomba Perahu Gethek digelar di Sungai Dam Widoro Kecamatan Gandusari Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.
Sebanyak 16 tim perahu gethek jadi peserta lomba. Di atas gethek masing-masing, para pemuda Widoro berpacu untuk jadi yang terbaik dalam festival sungai.
Acara festival sungai dan lomba perahu gethek diprakarsai Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Trenggalek bersama Jamaah Mbocah Widoro (JMW)
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Disparbud Trenggalek, Edi Santoso, mengatakan kegiatan untuk menghidupkan kembali tradisi leluhur yang lekat dengan kehidupan sungai dan pantai.
Gethek merupakan transportasi penting pada masa lalu dan memiliki nilai budaya yang perlu diwariskan kepada generasi sekarang.
“Ini merupakan festival sungai yang berkolaborasi dengan JMW sebagai pengelola Dam Widoro. Lomba ini unik karena mengandung sejarah nenek moyang kita yang tidak jauh dari pantai dan sungai,” ujar Edi Santoso Sabtu (22/11/2025).
“Transportasi zaman dulu juga menggunakan gethek. Selain untuk mengenang, yang terpenting adalah bagaimana kita menjaga alam dari sisi ekologis dan ekonomi,” tambahnya.
Baca Juga:
- Mitos Siklus Minta Tumbal di Erupsi Semeru, Benarkah?
- Peringati Hari Keadilan Ekologis, Gen Alpha dan Gen Z Bersihkan DAS Brantas
- Benda Purbakala Dievakuasi Dari Dasar Sungai
Edi menyebut, penyelenggaraan perdana ini menjadi pijakan awal untuk melihat animo masyarakat.
Jika respons positif dan evaluasi menunjukkan hasil baik, kegiatan akan kembali digelar tahun depan atau dikembangkan di lokasi lain.
Festival sungai dan lomba perahu gethek dimulai dengan tradisi labuh tumpeng, pelepasan benih ikan, dan disusul penanaman pohon di sekitar area sungai.
Kegiatan yang digelar menjadi simbol upaya pelestarian lingkungan sekaligus penguatan budaya lokal.
Miftahul Huda, sala satu peserta lomba gethek mengaku menghadapi tantangan berat saat berlaga. Angin jadi hambatan utama saat mendayung di lintasan sungai sepanjang 200 meter.
“Kesulitannya saat melawan angin, cukup berat dan membuat kayuhan tidak stabil. Tapi itu juga jadi tantangan tersendiri,” tuturnya.
Untuk persiapan lomba, timnya berlatih sekitar dua minggu. Gethek yang digunakan adalah hasil rakitan sendiri dengan biaya swadaya.
Pembuatan perahu gethek mendapat sokongan dari warga yang menyisihkan uang Rp10 ribu per keluarga, bahkan lebih.
Festival Sungai Widoro ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga sarana edukasi budaya dan lingkungan. Masyarakat berharap kegiatan dapat terus berlanjut untuk menjaga tradisi sekaligus mendorong pariwisata lokal.
Penulis: Aby Kurniawan
Editor: Solichan Arif





