MALANG – Masyarakat Indonesia dikejutkan penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Edhy Prabowo oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu, 25 November 2020 dinihari. Politikus partai Gerindra itu ditangkap atas dugaan korupsi ekspor benur.
Menanggapi itu, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati mengatakan, penangkapan Menteri KP, Edhy Prabowo ini menunjukkan ada banyak yang tidak beres di tubuh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Khususnya terkait dengan kebijakan ekspor benih bening lobster.
Dia mengatakan, memang banyak hal yang tidak transparan dan akuntabel dalam kebijakan ekspor benih bening lobster. Dia menyampaikan ada beberapa hal penting yang menjadi catatan terkait ekspor benih lobster dibawah kepemimpinan Menteri Edhy Prabowo.
“Banyak hal yang tidak transparan dan akuntabel dalam kebijakan ekspor benih bening lobster era Menteri Edhy Prabowo,” kata Susan dalam keterangannya kepada BacaIni.id di Malang. Rabu, 25 Nopember 2020.
Dia memaparkan beberapa diantaranya yaitu tidak adanya kajian ilmiah yang melibatkan Komisi Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan) dalam penerbitan Peraturan Menteri KP No. 12 Tahun 2020 tentang pengelolaan lobster, kepiting, dan rajungan. Bahkan pembahasannya cenderung tertutup serta tidak melibatkan nelayan penangkap dan pembudidaya lobster.
“Penetapan kebijakan ekspor benih lobster tidak mempertimbangkan kondisi sumber daya ikan Indonesia yang existing. Pada statusnya pada tahun 2017 dinyatakan dalam kondisi fully expolited dan over exploited,” ujarnya.
Susan melanjutkan, penetapan ekspor benih bening lobster sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri KP nomor 12 Tahun 2020 yang diikuti oleh penetapan puluhan perusahaan ekspor benih lobster yang terafiliasi kepada sejumlah partai politik, hanya menempatkan nelayan penangkap dan pembudidaya lobster sebagai objek pelengkap semata.
Bahkan, kata dia, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menyebut terdapat banyak potensi kecurangan dalam mekanisme ekspor benih lobster tersebut. Bahkan, izin ekspor benih lobster itu dinilai ORI bertentangan dengan konstitusi Republik Indonesia.
“Ada kriteria yang tidak jelas dalam penetapan perusahaan ekspor benih lobster yang dilakukan oleh KKP. Keterlibatan sejumlah nama politisi partai politik di balik perusahaan ekspor benih lobster membantah klaim Menteri Edhy yang selalu mengatasnamakan kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan lobster, yang akan meningkat jika pintu ekspor benih lobster dibuka luas,” kata Susan.
Kemudian, dia menyebutkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Republik Indonesia telah menemukan praktik persaingan usaha yang tidak sehat dalam bisnis ekspor benih lobster di Indonesia. Salah satu temuan penting KPPU adalah pintu ekspor dari Indonesia ke luar negeri hanya dilakukan melalui Bandara Soekarno Hatta.
Padahal, sebagaimana berdasarkan Keputusan Kepala BKIPM Nomor 37 Tahun 2020 tentang Tempat Pengeluaran Khusus Benih Bening Lobster dari Wilayah Negara RI telah menetapkan enam bandara yang direkomendasikan untuk pengiriman benih lobster ke luar negeri, yaitu Bandara Soekarno Hatta, Bandara I Gusti Ngurah Rai Denpasar, Bandara Juanda Surabaya, Bandara Internasional Lombok, Bandara Kualanamu Medan dan Bandara Hasanuddin Makassar.
“Temuan KPPU membuktikan kerusakan tata kelola lobster di level hilir, dimana ada pihak-pihak yang hendak mencari keuntungan dengan sengaja melakukan konsentrasi pengiriman benih lobster ke luar negeri hanya melalui Bandara Soekarno Hatta. Ini jelas dilakukan by design dan melibatkan pemain besar,” ungkapnya.
Selain itu, dia menambahkan KKP juga tidak memiliki peta jalan yang menyeluruh dan komprehensif dalam membangun kekuatan ekonomi perikanan (lobster) berbasis nelayan di Indonesia dalam jangka panjang. Sebaliknya, KKP selalu mengedepankan pertimbangan-pertimbangan ekonomi jangka pendek yang tidak menguntungkan negara dan nelayan.
Oleh karena itu, Susan mengatakan KIARA mendesak KPK untuk mengusut tuntas praktik korupsi dalam kebijakan ekspor benih lobster yang telah dikeluarkan Menteri KP, Edhy Prabowo. Hal itu karena kasus dugaan korupsi ekspor benur ini tidak hanya dilakukan satu dua orang, melainkan banyak aktornya.
“KPK harus mengusut tuntas korupsi ini sampai ke akar-akarnya. Seluruh jaringan yang terlibat perlu dibongkar dan diberikan sanksi sesusai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, KPK menangkap Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP), Edhy Prabowo sepulangnya dari kunjungan ke San Fransisco, Amerika Serikat. Dia ditangkap bersama istrinya Iis Rosita Dewi di Bandara Soekarno-Hatta pada Rabu dinihari sekitar pukul 01.23 Wib.
Penulis: Moh Badar Risqullah
Editor: Karebet