Bacaini.ID, KEDIRI – Sisi lain dari Raden Saleh atau Raden Saleh Syarif Bustaman (1811-1880) adalah menjadi kolektor barang antik.
Di sela kesibukannya melukis, Raden Saleh gemar mengumpulkan barang antik yang berkaitan dengan seni dan budaya.
Dikumpulkannya naskah kuno dan juga benda-benda pusaka dari berbagai daerah di Nusantara. Keris, tombak, parang, dan sejenisnya. Kemudian arca serta benda-benda antik dari kayu, batu dan semacamnya.
Banyak yang disimpan untuk koleksi pribadi. Untuk memuaskan diri sendiri. Namun tidak sedikit untuk memenuhi pesanan museum di Eropa.
“Saleh (Raden Saleh) memanfaatkan pesanan benda-benda seni dan budaya yang meningkat berkat didirikannya Museum Etnografi di Eropa,” demikian dikutip dari buku Raden Saleh, Kehidupan dan Karyanya Jumat (21/11/2025).
Baca Juga:
- Cerita Bupati-bupati Mataraman “Jongos” Kolonial Belanda dalam Perang Jawa
- Cerita Pangreh Praja yang Berwatak Oportunis Sejak Era Kolonial
- Benarkah Berbuat Jahat di 2 Desa di Kediri ini akan Dimangsa Harimau?
Pada medio 1866 Raden Saleh menempatkan semua barang-barang antik itu di kediamannya yang berada di wilayah Cikini, Batavia (Jakarta).
Raden Saleh diketahui memiliki hubungan emosional dengan negeri Belanda. Ia bertolak ke Belanda pada saat Jawa sedang berkecamuk Perang Diponegoro (1825-1830).
Ia tiba di pelabuhan Antwerpen Belanda pada 20 Juli 1829. Kenyang menghirup udara dan pergaulan orang-orang Eropa selama 22 tahun, Raden Saleh pulang ke tanah air.
Menjadi penumpang kapal uap Makassar pada Oktober 1851, dengan tujuan Jawa. Sebelum pulang, yakni pada 17 Maret 1851 ia dianugerahi gelar Schilder des Konings (Pelukis Raja) di Den Haag, Belanda.
Raden Saleh mulai bertempat tinggal di Batavia pada tahun 1855. Sebelum mendiami rumah Cikini, ia sempat berumah di wilayah Molenvliet (sekarang Jalan Gajah Mada), menempati rumah bermodel Eropa.
Pada 1857 Raden Saleh pindah di sisi tenggara Sungai Ciliwung, tepatnya di Kampung Gunungsari (sekarang di antara Jalan Samanhudi dan Jalan Dr Sutomo).
Pada tahun 1859 Raden Saleh mulai menempati rumah barunya di Cikini. Testimoni Raden Arjo Sastro Darmo yang bertamu bersama seorang Belanda menyebut rumah itu penuh benda antik.
Barang-barang antik itu sengaja dipamerkan. Dalam sebuah kamar ditata lebih rapi sesuai dengan klasifikasinya. Keris berkumpul dengan keris. Pedang dengan pedang, sabit dan lain sebagainya.
Terlihat arca peninggalan purbakala diletakkan di atas meja. Di antaranya arca Budha. Kemudian juga naskah daun lontar, perhiasan gelang, kalung dalam jumlah besar serta benda-benda terbuat dari kayu, batu dan mineral.
“Semua disusun dalam sebuah pameran,” tulis Raden Arjo Sastro Darmo seperti dikutip dari buku Raden Saleh, Kehidupan dan Karyanya.
Dalam ceritanya, Raden Saleh menuturkan memperoleh semua benda-benda antik itu dari perjalanan ke Jawa Tengah pada tahun 1865. Sebagian besar berasal dari para bangsawan Yogyakarta dan Surakarta.
Mereka para pengagum Raden Saleh, terutama takjub dengan gaya ke-Belanda-Belandaannya. Mereka sukarela menyerahkan barang antik yang diinginkan Raden Saleh. Tidak sedikit yang ikut bantu mencari.
Raden Saleh banyak mendapatkan sebagai hadiah cuma-cuma. Utamanya naskah kuno, ada yang berharap diserahkan kepada Pemerintah Hindia Belanda. Oleh Raden Saleh, sejumlah naskah kuno usai disalin dikembalikan kepada pemiliknya.
“Untuk semua benda ini, tidak setengah sen pun uang saya keluarkan,” kata Raden Saleh seperti dikutip dari buku Raden Saleh, Kehidupan dan Karyanya.
Raden Saleh memakai benda-benda antik itu untuk merawat hubungan dengan sahabat-sahabatnya di Eropa. Benda-benda purbakala itu dijadikannya sebagai hadiah cuma-cuma.
Misalnya naskah kuno yang diperoleh dari Sultan Sumenep Pakunataningrat, dihadiahkannya kepada Ernst II dari Sachsen – Coburg dan Gotha. Naskah kuno itu berisi teks bahasa Jawa Kawi dan Jawa Kromo Inggil.
Pada permukaan amplop Raden Saleh menuliskan judul berbahasa Jerman yang berarti ‘Etika Budha di Babanan, Sebuah Daerah di Jawa’. Naskah tersebut tersimpan dalam koleksi autograf Veste Coburg Art Collection.
Banyak sahabatnya di Eropa ia tawari hadiah benda antik dari Jawa. Raden Saleh beralasan dirinya masih terikat kenangan indah Eropa dan tidak bisa melupakan orang-orang yang pernah berbuat baik dengannya.
Dalam buku Raden Saleh, Kehidupan dan Karyanya disebutkan beberapa barang antik dari Raden Saleh tersimpan di Museum Istana Gotha, Perpustakaan Negara bagian Gotha.
Kemudian juga tersimpan di Museum Etnologi di Wina dan beberapa di Jerman. Kendati demikian, Raden Saleh menghadiahkan sebagian besar koleksi barang antiknya kepada Museum Sejarah Jakarta (Fatahillah).
Penulis: Solichan Arif





