Bacaini.ID, KEDIRI – Durian masih menjadi tema konfrontasi antara warganet Indonesia dan Malaysia di media sosial. Mereka sama-sama saling klaim sebagai yang berhak menjadikannya buah nasional.
Konfrontasi durian ini berawal dari langkah Asosiasi Pengusaha Durian Malaysia (DMA) yang mengusulkan resmi kepada Kementerian Pertanian dan Ketahanan Pangan Malaysia agar durian ditetapkan buah nasional.
Penetapan buah nasional itu sekaligus menjadikan tanggal 7 Juli sebagai Hari Durian Nasional di Malaysia. Langkah itu sontak ramai di media sosial. Terutama dari warganet Indonesia dan Malaysia.
Bahkan Koordinator Bidang Pangan Indonesia Zulkifli Hasan (Zulhas) menanggapi dengan pernyataan yang menegaskan bahwa durian seharusnya diakui buah nasional Indonesia, bukan Malaysia.
Menurut Zulhas, simbol nasional harus berpijak pada data dan realitas dan durian Indonesia memiliki pijakan yang kuat. Dari 27 jenis durian yang diakui dunia, 21 jenis di antaranya dari Indonesia. Selain itu sekitar 114 varietas unggul baru telah terdaftar.
Baca Juga:
- Wisata Petik Durian Muncul di Blitar, Ini Daerah Penghasil Terbesar di Jawa Timur
- Durian Premium Mulai Bermunculan di Wonosalam Jombang, Geser Jenis Lokal?
- Kasus Kematian Akibat Durian Lebih Tinggi dari Serangan Hiu
Sejarah Buah Durian
Buah durian merupakan tanaman endemik pulau Borneo dan Sumatera. Varietas buah durian yang bisa dikonsumsi menyebar di dua wilayah ini.
Tentu saja sebagian besar menjadi milik Indonesia secara geografis karena wilayah Malaysia hanya sebagian kecil saja.
Namun pada perkembangannya, durian asal Malaysia dikenal lebih enak dengan jenis durian Musang King. Berikut jejak sejarah durian dalam naskah-naskah kuno:
• Zhu Fan Zhi
Sumber tekstual tertua mengenai durian adalah Zhu Fan Zhi. Catatan Tionghoa klasik abad ke-13 dari pejabat Dinasti Song Selatan, Zhao Rugua yang menyebutkan secara jelas tentang durian.
Dalam catatan tersebut, durian disebutkan sebagai produk kerajaan San-fo-qi (Sriwijaya/Palembang) dan Jawa.
Zhao Rugua mendeskripsikan buah durian sebagai: ‘buah seperti nangka, kulitnya berduri, isinya putih manis dan harum, orang-orang di sana sangat menyukainya’.
• Negarakertagama
Dalam Negarakertagama terdapat catatan daftar nama buah-buahan yang disajikan di istana Majapahit. Salah satunya adalah ‘kadu’. Beberapa ahli mengartikannya sebagai durian.
• Kidung Harsa-Wijaya
Catatan mengenai durian selanjutnya ada di sekitar awal tahun 1370an dalam Kidung Harsa-Wijaya atau disebut juga Kidung Rangga Lawe.
Kidung dengan bahasa Kawi (Jawa Kuno) ini menyebutkan kata ‘kadurriyan/kaduriyan’.
Bait kidung tersebut salah satunya menyebutkan: ‘kaduriyan kadangkungan, kacangguhan ring sajeronira’. Artinya, durian dan manggis dibawa masuk ke dalam.
Naskah ini dari masa akhir Majapahit (Hayam Wuruk–Wikramawardhana).
Beberapa naskah tentang buah durian juga banyak ditemukan setelahnya baik dari Kerajaan Malaka, Semenanjung Malaya, maupun catatan Kesultanan Banjar, Kalimantan Selatan.
Sementara itu referensi Eropa tentang durian adalah catatan Niccolò de’ Conti, yang melakukan perjalanan ke Asia Tenggara pada abad ke-15.
Poggio Bracciolini yang mencatat perjalanan de Conti menyebutkan: ‘Mereka (orang-orang Sumatra) memiliki buah hijau yang mereka sebut durian, sebesar semangka.
Di dalamnya ada lima hal seperti jeruk memanjang, dan menyerupai mentega kental, dengan kombinasi rasa’.
Data ilmiah pun menyebutkan bahwa pusat keragaman genetik durian dunia adalah Borneo dan Sumatera yang mayoritas adalah wilayah Indonesia.
Jenis durian yang bisa dimakan (Durio zibethinus) juga pertama kali dideskripsikan dari spesimen di Sumatra Barat dan Kalimantan Barat oleh ahli botani Eropa abad ke-18.
Jadi, buah durian memang berasal dari Indonesia namun kini, jenis durian dari Malaysia dan Thailand lebih dikenal memiliki kualitas yang lebih baik.
Penulis: Bromo Liem
Editor: Solichan Arif





