Bacaini.id, KEDIRI – Penerapan Peraturan Wali Kota Kediri nomor 73 tahun 2021 tentang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman menuai pro kontra. Peraturan itu dinilai tidak taat azas karena berlaku mundur atau surut.
Praktisi dan konsultan hukum dari kantor hukum MR & Associates, Moh. Rofi’an S.H. mengatakan penerapan Perwali nomor 73 tahun 2021 tidak bisa diberlakukan secara surut. “Bisa rusak tatanan peraturan di daerah kalau berlaku surut,” kata Rofi’an kepada Bacaini.id, Rabu, 9 Agustus 2023.
Perwali tersebut mewajibkan setiap penyelenggara perumahan dan kawasan permukiman membayar dana kompensasi penyediaan lahan makam kepada pemerintah senilai tiga kali nilai jual obyek pajak (NJOP). Ketentuan itu berlaku juga kepada developer atau pengembang perumahan yang telah menyelesaikan pembangunan bertahun-tahun silam.
Rofi’an mengatakan ketentuan dalam Perwali nomor 73 tahun 2021 jelas menyebutkan tentang masa berlakunya. Dalam pasal II disebutkan bahwa Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Walikota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Kediri.
Sesuai tanggal penandatanganannya oleh Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar, Perwali tersebut berlaku mulai tanggal 27 September 2021. “Jadi tidak bisa diberlakukan untuk masa sebelum tanggal itu,” tegas Rofi’an.
Pendapat berbeda disampaikan Dekan Fakultas Hukum dan Wakil Rektor Universitas Islam Kadiri, Dr. H. Zainal Arifin, S.S., S.H., M.Pdi, M.H. yang menyebut peraturan wali kota tersebut bisa berlaku surut.
“Perwali Kediri No 73 Tahun 2021 bisa berlaku surut sesuai azas retroaktif. Apabila ditemukan ketidak sesuaian dengan aturan di atasnya, maka bisa mengajukan uji material atau judicial review,” katanya saat dihubungi Bacaini.id.
Azas retroaktif adalah pemberlakuan peraturan perundang-undangan lebih awal dari pada saat pengundangannya. Dengan demikian Perwali itu bisa mengikat perusahaan atau developer yang telah menyelesaikan pembangunan sebelum peraturan itu terbit.
Pengamat hukum dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, Dr. Faizal Kurniawan, S.H., M.H., LL.M. memiliki pandangan sendiri atas Perwali nomor 73 tahun 2021. Menurutnya sumber interpretasi tentang ‘berlaku surut’ atas Perwali itu adalah pemberlakuan nilai kompensasi lahan makam. “(Permasalahan) sebenarnya bukan pada berlaku surut atau retroaktif, yang membuat interpretasi berlaku surut adalah pemberlakuan nilai kompensasi lahan makam dengan nilai pengganti tiga kali lipat harga NJOP,” kata Faizal saat dihubungi Bacaini.id.
Faizal berpendapat seharusnya nilai kompensasi penggantian lahan makam dirasionalisasikan dengan nilai pada saat perolehan. Bukan dihitung pada saat Perwali tersebut diterbitkan. Ini yang kemudian menimbulkan persepsi Pemerintah Kota Kediri sengaja menghambat investasi.
“Pasal mengenai penggantian nilai kompensasi lahan makam itupun juga harus dicek kembali apakah diperbolehkan oleh peraturan di atasnya atau tidak,” tegas Faizal.
Penerapan kompensasi tiga kali NJOP juga dikecam organisasi developer Real Estate Indonesia (REI). Ketua REI Kediri, Priyono menyebut ketentuan itu sangat tidak mungkin diberlakukan kepada developer lama. Sebab harga tanah saat dibeli oleh developer puluhan tahun silam sudah tidak relevan dengan pemberlakuan Perwali tahun 2021.
“Bayangkan, dulu developer beli tanahnya Rp50.000 per meter. Dengan tiga kali NJOP, kompensasi yang harus dibayar sekarang bisa jutaan rupiah. Akhirnya tunggakan pembayaran developer atas kompensasi itu mencapai milyaran,” kata Priyono.
Kecaman juga disampaikan pelaku usaha properti di Kota Kediri, yang menyebut komitmen Pemkot Kediri dalam menyejukkan iklim investasi sebagai omong kosong. “Pengusaha properti akan mikir seribu kali untuk datang dan investasi di Kota Kediri,” kata Krishery, pemilik perusahaan pengembang real estate.
Sebagai investor, dia berharap Pemerintah Kota Kediri tidak memproduksi peraturan yang memicu polemik.
Penulis: Hari TW
Comments 3