Bacaini.id, KEDIRI – Sosok Menkopolhukam Mahfud MD menjadi populer usai menghadiri rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI. Dia dihadirkan untuk membahas dugaan pencucian uang di Kementerian Keuangan sebesar Rp349 triliun.
Berbeda dengan pejabat negara lain yang cenderung pasif dan menjadi bulan-bulanan di gedung senayan, Mahfud MD begitu lantang menghadapi cercaan anggota Komisi III. Bahkan sebelum rapat dimulai, Mahfud dengan tegas meminta mereka untuk berdiri sejajar dan tidak saling menjatuhkan.
“Kedudukan DPR dan pemerintah ini sejajar. Oleh sebab itu, kita harus bersama bersikap sejajar, saling menerangkan, saling berargumen, tidak boleh yang satu menuding yang lain seperti polisi memeriksa copet,” katanya.
Aksi Mahfud MD pun ramai menjadi perbincangan masyarakat Indonesia. Dia dielu-elukan seperti pahlawan di media sosial karena berani melawan dominasi politisi partai dengan kecerdasannya. Mahfud MD adalah antitesis terhadap kinerja wakil rakyat yang dianggap buruk di masyarakat.
Darah Madura
Mahfud MD lahir dari pasangan Mahmodin dan Siti Khadijah di Omben, Kabupaten Sampang, Jawa Timur. Ayahnya seorang pegawai negeri sipil di daerah Omben, Sampang.
Saat menginjak usia dua bulan, keluarganya bermigrasi ke Waru, Pamekasan. Dia mengenyam pendidikan dasar di sekolah dasar negeri dan mengikuti pendidikan keagamaan di madrasah ibtidaiah milik Pondok Pesantren Al-Mardhiyyah.
Lulus dari pendidikan itu Mahfud dipindahkan ke Pondok Pesantren Somber Lagah pimpinan Kyai Mardhiyyan di Tagangser Laok. Saat itu Mahfud duduk di bangku kelas lima sekolah dasar.
Dia kemudian melanjutkan jenjang sekolah menengah pertama di Pendidikan Guru Agama Negeri selama empat tahun, dan bersekolah di Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN)—setara dengan sekolah menengah- di Yogyakarta. PHIN merupakan sekolah Islam berbasis kejuruan terkait hukum dan tata negara.
Mahfud MD lantas berkuliah di dua perguruan tinggi sekaligus, yakni Fakultas Sastra Arab Universitas Gajah Mada (UGM) dan Fakultas Hukum Jurusan Tata Negara di Universitas Islam Indonesia (UII). Mahfud lulus pada tahun 1983.
Setelah mendapatkan gelar sarjana, ia mengajar di almamaternya dan meneruskan kuliah program Pasca Sarjana S-2 bidang Ilmu Politik di UGM. Gelar Doktor S-3 di bidang Ilmu Hukum Tata Negara diproleh usai menyelesaikan pendidikan Pasca Sarjana UGM. Mahfud MD dinobatkan menjadi Guru Besar bidang Politik Hukum pada tahun 2000 di Universitas Islam Indonesia pada usia 43 tahun.
Nama MD di belakang
Tak banyak yang tahu jika kata MD yang melekat dengan nama Mahfud bukan bagian dari identitasnya. MD juga bukan merupakan gelar pendidikan.
Dia lahir dengan nama Mohammad Mahfud. Saat bersekolah di jenjang SMP, ada dua siswa bernama Mahfud. Untuk membedakan mereka, salah satu gurunya bernama Asbun Nawawi memberikan tambahan huruf A dan B kepada mereka. Mahfud A dan Mahfud B.
Namun tak lama sesudahnya, guru-guru bersepakat menambahkan nama bapak di belakang nama siswa. Mohammad Mahmud pun menjadi Mohammad Mahmud Mahmodin. Nama Mahmodin inilah yang kemudian sering disingkat oleh rekan-rekannya menjadi MD.
Rektor UNISKA
Selain menjabat sebagai dosen di Fakultas Hukum UII, Mahfud MD pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Islam Kadiri (UNISKA) periode 2003 – 2006. Selama itu pula Mahfud sering berada di Kota Kediri untuk menyelesaikan tugasnya sebagai rektor.
Tak hanya dikenal di lingkungan kampus UNISKA, Mahfud MD juga sangat lekat dengan pekerja media di Kediri. Dia banyak menyerap informasi dan berbagi pandangan tentang persoalan negara secara santai.
“Wartawan Kediri di era itu pasti sangat dekat dengan Pak Mahfud. Beliau sangat tidak berjarak dan terbuka dengan semua pandangan,” kata Zainal Arifin, mantan wartawan KBR 68H Jakarta yang kini menjadi pengajar Fakultas Hukum UNISKA.
Salah satu kebiasaan yang dilakukan Mahfud MD saat di Kediri adalah mengajak wartawan makan siang di Rumah Makan Padang Pagar Ruyung. Tak sekedar berbagi makanan, Mahfud gemar berbagi pengetahuan sebagai bahan pemberitaan yang bernas.
Sikap yang tulus dan tak dibuat-buat dalam menyampaikan pikiran inilah yang menuai simpati masyarakat Indonesia saat berseteru dengan Komisi III DPR RI. Mahfud MD benar-benar mewakili masyarakat yang tak mampu bersuara.
Penulis: Hari Tri Wasono
Diolah dari berbagai sumber
Comments 1