Bacaini.id, KEDIRI – Perayaan Hari Raya Idul Fitri tak bisa dipisahkan dari menu kuliner ketupat. Meski tak terlalu susah membuatnya, namun makanan ini hanya muncul di hari raya.
Sudah menjadi tradisi bagi masyarakat di Jawa untuk membuat ketupat di bulan Syawal. Suguhan ini biasanya disajikan kepada tamu dan tetangga tepat di tanggal 1 Syawal atau hari raya pertama.
Meski demikian, sejumlah ulama menyebut lebaran ketupat dirayakan setelah melakukan puasa selama 6 hari usai lebaran.
“Lebaran ketupat itu tradisi orang Indonesia. Umat Nabi Muhammad SAW memiliki keistimewaan pada bulan Syawal, setiap melakukan satu kali amal baik, pahala akan dilipat gandakan menjadi 10,” kata Kiai Haji Oing Abdul Muid Shohib, salah satu pengasuh Lirboyo kepada Bacaini.id, Kamis, 20 Mei 2021.
baca ini Tradisi Megengan Menjemput Leluhur Yang Telah Wafat
Menurut Gus Muid, jika dihitung puasa Ramadhan selama 30 hari dilanjutkan dengan puasa Syawal selama 6 hari, maka sama dengan melakukan ibadah puasa selama satu tahun penuh.
“Kalau satu tahun 360 hari, puasa Ramadhan 30 hari dikalikan pahala 10, jadi sama dengan puasa 300 hari. Ditambah 6 hari awal bulan Syawal, dikali 10 sama dengan 60 hari, jadi pas 360 hari atau satu tahun,” papar Gus Muid.
Setelah berpuasa selama 6 hari mulai dari tanggal 2 bulan Syawal (hari kedelapan), mereka merayakannya dengan Lebaran Ketupat. Karena keistimewaanya itu umat Nabi Muhammad dianjurkan untuk melakukannya.
baca ini Bunga Yang Ditabur di Makam Bisa Bertasbih
Mengingat hari pertama Idul Fitri jatuh pada tanggal 13 Mei, maka puasa Syawal hari kedua dilakukan pada tanggal 14 – 19 Mei. Ini berarti hari raya ketupat jatuh pada hari Kamis, 20 Mei 2021.
Gus Muid menambahkan tradisi kupatan ini sangat kuat dilakukan masyarakat di Jawa. Di sejumlah daerah seperti Trenggalek, pelaksanaan hari raya ketupat bahkan jauh lebih meriah dibanding Idul Fitri. Di sana masyarakat ramai-ramai memasak ketupat dan membuka pintu rumah lebar-lebar. Siapapun bisa mampir dan mencicipi ketupat sepuasnya.
Sayang seiring perkembangan zaman, tradisi kupatan ini makin terkikis. Tak banyak masyarakat yang menyediakan kupat usai hari raya.
“Saat ini tak banyak yang masih membuat ketupat. Kalaupun ada, tidak dimakan sendiri, tetapi dibagikan kepada keluarga dan tetangga sekitar. Tidak apa-apa, karena bukan termasuk ibadah wajib. Yang penting masih melestarikan, biar tetap meriah,” kata Gus Muid.
Penjual janur
Mulai sedikitnya bahan baku pembuat ketupat yakni janur atau daun kelapa, membuat pedagang janur laris manis di hari raya. Beberapa pedagang bahkan ada yang menjual janur dalam bentuk anyaman ketupat, sehingga konsumen tinggal mengisinya dengan beras.
Abdul, salah satu penjual janur di Desa Turus, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri mengaku sudah menjual lebih dari 1.000 anyaman ketupat. “Alhamdulillah satu hari bisa dapat lima ratus ribu sampai satu juta rupiah,” kata Abdul.
Abdul menjual anyaman janur untuk ketupat dengan harga Rp 7.000 sampai Rp 10.000. Setiap satu ikat berisi 10 buah anyaman. “Tergantung ukurannya, saya jual yang kecil dan juga agak besar. Karena ada permintaan dari konsumen juga, jadi memang permintaan untuk kupatan masih banyak,” katanya.
Penulis: Novira Kharisma
Editor: HTW
Tonton video: