Bacaini.ID, KEDIRI – Semut bisa bercakap-cakap ternyata bukan cerita fiksi.
Al Quran surat An-Naml ayat 18-19 juga sudah mengisahkannya, bagaimana Nabi Sulaiman bisa memahami bahasa semut dan binatang lainnya.
Sejumlah ilmuwan baru-baru ini membuktikan peristiwa lampau itu secara ilmiah.
Sebuah studi termutakhir menyatakan bahwa semut berbicara dengan sinyal akustik sebagai bahasa mereka, terutama pada situasi bahaya.
Sementara selama beberapa dekade semut diyakini hanya berkomunikasi melalui feromon, senyawa kimia yang dihasilkan semut untuk membuat jejak.
Feromon berguna untuk mengidentifikasi dari sarang mana semut berasal termasuk status sosialnya. Feromon yang membuat semut bisa berbaris dengan rapi.
Namun belakangan terungkap, selain komunikasi kimia, semut juga memiliki suara dari duri khusus di sepanjang perut yang digesekkan dengan kaki belakang.
Gesekan menghasilkan suara-suara berisik sebagai cara semut berkomunikasi satu sama lain.
Komunikasi melalui suara ini sangat penting untuk kelangsungan hidup semut terutama di saat menghadapi situasi bahaya.
Dikutip dari situs science.org, para peneliti beberapa tahun lalui mulai memperhatikan semut dewasa di beberapa genus semut, seperti Myrmica, yang ditemukan di Eropa dan Asia.
Myrmica terdiri dari 200 spesies berbeda yang mengeluarkan suara berisik.
Studi pendahulu menunjukkan kebisingan yang dibuat berfungsi sebagai sinyal darurat, yang memungkinkan semut berteriak minta tolong saat terancam predator.
Dalam penelitian, para ilmuwan yang memakai mikrofon ekstra sensitif mampu menangkap sinyal akustik samar tersebut.
Hasilnya menunjukkan semut yang masih berbentuk larva atau kepompong juga mengeluarkan suara ketika terancam atau tidak nyaman, meski sebelumnya sama sekali tidak bersuara.
Sementara kepompong dewasa mengeluarkan suara lebih singkat.
Suara yang diperdengarkan mengundang semut dewasa untuk datang dan bersiaga di sekitar kepompong.
Hal ini menunjukkan bukti semut “bercakap-cakap” satu sama lain dan komunikasi melalui suara itu sangat penting dalam komunitas mereka.
Penulis: Bromo Liem
Editor: Solichan Arif