Bacaini.id, NGANJUK – Minggu 13 Februari 2021 menjadi duka mendalam bagi warga Desa Selopuro. Sudah satu tahun, duka dan luka warga terdampak tanah longsor belum juga sembuh.
Bencana tanah longsor yang menimpa warga Desa Selopuro, Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk sekitar pukul 18.00 WIB itu menelan belasan korban jiwa dan ratusan warga terpaksa dievakuasi ke tempat yang lebih aman.
Peristiwa tersebut bahkan menjadi sorotan nasional. Para relawan dari berbagai unsur diterjunkan. Pemerintah Daerah, Pemerintah Provinsi hingga menteri datang langsung untuk menyalurkan bantuan dan melihat lokasi longsor hingga menyambangi pengungsi di SDN 3 Ngetos.
Pasca kejadian tersebut, warga tidak diperbolehkan kembali menempati rumahnya, sehingga warga tinggal indekos di rumah warga lainnya di Desa Ngetos. Pemerintah sanggup membayar Rp 500 ribu untuk sewa kontrakan rumah dan Rp 300 ribu untuk biaya kehidupan sehari-hari.
Pemerintah pun berencana merelokasi rumah warga terdampak longsor, namun hingga satu tahun berlalu relokasi belum juga terealisasi. Padahal berdasarkan keterangan sejumlah warga, mereka dijanjikan paling lambat 6 bulan pasca longsor, relokasi sudah dilakukan.
Kisah pilu masih teringat jelas dibenak Sukarman. Pada saat kejadian longsor dia sedang mencari nafkah di luar kota, meninggalkan istri dan dua anaknya. Setelah mendapat kabar terjadi lonsor di kampung halamannya, dia pun bergegas pulang. Nahas, istrinya meninggal dunia akibat bencana tersebut sedangkan kedua anaknya berhasil selamat.
“Jam 8 malam dapat kabar, jam 10 malam saya pulang. Jam 4 sore besoknya sampai rumah, istri saya sudah meninggal,” kata Sukarman kepada Bacaini.id, Senin, 14 Februari 2022.
Kini dia hanya bisa pasrah menerima keadaan. Pria 36 tahun ini tidak bisa bekerja karena kedua anak kembarnya yang masih berusia satu tahun tidak mungkin ditinggal. Sukarman tidak bisa bekerja dan hanya mengandalkan bantuan pemerintah.
“Sehari-hari ya cuma momong,” ratapnya.
Sukarman mengaku, bantuan dari pemerintah tidak cukup untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, bahkan bantuan berupa sembako juga tidak didapatkan sejak dua bulan terakhir.
“Pengennya relokasi segera dilakukan, soalnya kalau kos lama-lama juga tidak enak, sudah satu tahun ini,” ujarnya.
Tak jauh beda dengan Sukarman, Jumadi yang setahun ini juga menempati rumah indekos merasa bantuan dari pemerintah tidak cukup untuk menghidupi istri dan tiga anaknya. Hasil kerjanya sebagai tukang bangunan di rumah warga di Desa Ngetos pun tidak berpengaruh banyak bagi kehidupannya.
“Namanya rumah tangga apalagi sebagai bapak ya tetap mikir, tetap kerja apapun, kalau tidak kerja terus mau makan apa,” ratapnya.
Pria berusia 55 tahun ini mengaku telah membongkar rumahnya setelah pemerintah berjanji akan melakukan relokasi, meskipun rumahnya masih dirasa layak untuk ditempati. Bahkan dia akan nekat kembali ke rumahnya jika relokasi yang sudah dijanjikan tidak segera terlaksana.
“Janjinya paling cepat 5 bulan paling lambat 6 bulan, terus sampai sekarang tidak ada apa-apa. Kalau sudah sampai satu tahun begini mau berharap apalagi, pokoknya secepatnya ditindaklanjuti, kalau tidak kita akan kembali ke rumah masing-masing,” tegasnya.
Camat Ngetos, Widi Cahyono mengatakan, pada tanggal 28 Januari 2021 telah dilaksanakan rapat koordinasi lintas sektoral terkait rencana relokasi warga terdampak longsor Dusun Selopuro. Dari rapat tersebut rencananya akan dilakukan relokasi di tanah milik perhutani yang lokasinya sekitar 1 kilometer dari Kecamatan Ngetos.
“Rencana relokasi yang kami tahu kalau tidak salah ada sekitar 48 rumah. Untuk mencegah hal yang tidak kita inginkan maka warga tidak diperbolehkan kembali ke rumah. Karena di sana kondiisnya memang rawan,” terang Widi.
Widi juga mengungkapkan telah mendengar keluhan masyarakat terkait rencana relokasi yang disampaikan melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Namun dia belum bisa memastikan kapan relokasi dapat terealisasi, sebab hal itu merupakan kapasitas Pemerintah Pusat.
“Kami belum bisa memastikan, mohon maaf,” pungkasnya.
Penulis: Asep Bahar
Editor: Novira