• Login
  • Register
Bacaini.id
Saturday, October 25, 2025
  • BERANDA
  • BACA
  • SOSOK
  • EKONOMI
  • BACAGAYA
  • INTERNASIONAL
  • OPINI
  • TEKNO & SAINS
  • REKAM JEJAK
  • PLURAL
  • HISTORIA
  • INFORIAL
No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BACA
  • SOSOK
  • EKONOMI
  • BACAGAYA
  • INTERNASIONAL
  • OPINI
  • TEKNO & SAINS
  • REKAM JEJAK
  • PLURAL
  • HISTORIA
  • INFORIAL
No Result
View All Result
Bacaini.id

Sandi Ali Baba, Cikal Bakal Praktik Suap di Indonesia

ditulis oleh Editor
14/04/2025
Durasi baca: 3 menit
543 6
0
Beras Bukan Menu Utama Rakyat, Cara Soekarno Atasi Ketahanan Pangan

Hari Lahir Pancasila, Soekarno dan Penghapusan Desa Perdikan (Foto ilustrasi Soekarno bersama petani/ist)

Bacaini.ID, KEDIRI – Ada istilah Ali Baba di perjalanan sejarah politik ekonomi awal kemerdekaan Indonesia.

Terminologi Ali Baba memang tidak sepopuler terminologi Jasmerah, Turba, Nasakom, Nekolim, Ganefo atau Manipol Usdek.

Sebab kehadirannya seperti semacam sandi untuk menyindir praktik korupsi, suap menyuap, dan koncoisme. Siapa ‘Ali’-nya? Dan siapa yang jadi ‘Baba’.

Istilah Ali Baba muncul setelah dikeluarkannya kebijakan Program Benteng yang diprakarsai Menteri Kesejahteraan Djuanda pada tahun 1950-an.

Pemerintahan Soekarno atau Bung Karno diketahui telah mengeluarkan lisensi impor yang khusus diberikan kepada golongan pribumi.

Kebijakan politik ekonomi yang oleh sejumlah pihak dinilai bersifat rasialis.

Mengutip dari The Chinese Business Elite In Indonesia And The Transition To Independence 1940-1950.

Sebelumnya pada tahun 1947-1948 berdiri Perserikatan Saudagar-Saudagar Indonesia (Perssi) yang dipimpin oleh F.H. Lapian pemilik NV Indagi dan Abdul Wahab pemilik Wahab Kongsi.

Kemudian menyusul berdiri Gabungan Importir Indonesia (Gindo) yang dipimpin Rachman Tamin dan Persatuan Pedagang Menengah.

Kebijakan Program Benteng diketahui telah memunculkan pengusaha atau importir aktentas alias pengusaha tidak bermodal dan bahkan tidak punya kantor.

Cukup berbekal aktentas mereka mendatangi kantor-kantor instansi pemerintah, terutama kantor Lembaga Alat-alat Pembayaran Luar Negeri (LAAPLN).

Para pengusaha modal dengkul dan pengaruh kekuasaan itu berusaha mendapatkan lisensi impor atau valuta asing dari bermacam-macam barang.

Setelah mendapat lisensi impor selanjutnya mereka mendatangi para pedagang Tionghoa untuk kemudian menjual lisensi tersebut.

Pada kekinian, pola ini mirip dengan sekelompok orang nirkapasitas yang mendapat pekerjaan (proyek) dari pemda melalui penunjukan langsung (PL), lalu dijual kepada kontraktor lain.

Pada masa pemerintahan Soekarno, kerja sama antara pribumi pemegang lisensi dengan Tionghoa pemegang modal itu kemudian dikenal sebagai sistem Ali Baba.

“Si Ali (pribumi) yang keluar masuk kantor pemerintah mencari lisensi dan fasilitas, sementara si Baba (Tionghoa) yang menjadi pelaksananya,” demikian dikutip dari buku Tionghoa Dalam Pusaran Politik.  

Apa akibatnya? Praktik korupsi dan suap menyuap tumbuh subur dan rakyat yang paling merasakan imbasnya, di mana harga barang-barang makin mahal.

Pada sisi lain jumlah pengusaha pribumi pemburu lisensi impor bermodal dengkul dan kredit dari pemerintah makin bertambah, sementara porsinya tidak mengikuti.  

Namun kendati demikian Program Benteng yang melahirkan praktik sistem Ali Baba terus berjalan, termasuk berlaku di Kabinet Ali Sastroamidjojo.

Pada tahun 1954 Pemerintahan Soekarno resmi menghentikan Program Benteng lantaran hanya menyuburkan praktik korupsi.

Selain itu golongan etnis Tionghoa menyampaikan protes keras karena hanya menjadi kambing hitam dari kemarahan rakyat atas mahalnya harga-harga barang kebutuhan.

Penulis: Solichan Arif

Print Friendly, PDF & EmailCetak ini
Tags: Ali Bababung karnoIndonesiakorupsiPraktik suapsandi
Advertisement Banner

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recommended

Profil Soeharto

Profil Soeharto: Lahir, Jadi Presiden dan Jemput Gelar Pahlawan

Dua Kelurahan Disiapkan Untuk Urban Farming, Mbak Wali Lakukan Peninjauan

Dua Kelurahan Disiapkan Untuk Urban Farming, Mbak Wali Lakukan Peninjauan

balita di Blitar tewas di dekat gardu PLN

Polisi Selidiki Balita di Blitar Tewas di Dekat Gardu PLN

  • Kepemilikan tanah dengan Letter C, Petuk D, dan Girik mulai tahun 2026 tidak berlaku. Mulai urus sekarang juga !

    15604 shares
    Share 6242 Tweet 3901
  • Djarum Grup Akuisisi Bakmi GM, Pendapatannya Bikin Melongo

    16623 shares
    Share 6649 Tweet 4156
  • Isu Gratifikasi Membayangi Puncak Hari Jadi Blitar

    2930 shares
    Share 1172 Tweet 733
  • Pamer Hummer Listrik 4,5 M, “Rahasia” Ketenaran Gus Iqdam Dibongkar Netizen

    10883 shares
    Share 4353 Tweet 2721
  • Seruan Boikot TRANS 7 Meluas Hingga ke Kampung Halaman Tan Malaka

    818 shares
    Share 327 Tweet 205

Bacaini.id adalah media siber yang menyajikan literasi digital bagi masyarakat tentang politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, pertahanan keamanan, hiburan, iptek dan religiusitas sebagai sandaran vertikal dan horizontal masyarakat nusantara madani.

© 2020 - 2025 PT. BACA INI MEDIA. Hak cipta segala materi Bacaini.ID dilindungi undang-undang.
  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Beriklan
  • Redaksi
  • Privacy Policy
No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BACA
  • SOSOK
  • EKONOMI
  • BACAGAYA
  • INTERNASIONAL
  • OPINI
  • TEKNO & SAINS
  • REKAM JEJAK
  • PLURAL
  • HISTORIA
  • INFORIAL

© 2020 - 2025 PT. BACA INI MEDIA. Hak cipta segala materi Bacaini.ID dilindungi undang-undang.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist


Warning: array_sum() expects parameter 1 to be array, null given in /www/wwwroot/Bacaini/wp-content/plugins/jnews-social-share/class.jnews-social-background-process.php on line 112