Demi menjamin terselenggaranya pemilihan umum yang luber dan jurdil, Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 menentukan bahwa, “Pemilihan umum di diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri”. Kalimat “suatu komisi pemilihan umum” dalam UUD 1945 tidak merujuk kepada sebuah nama institusi, akan tetapi menunjuk pada fungsi penyelenggaraan pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri.
Menurut Mahkamah Konstitusi, fungsi penyelenggaraan pemilihan umum tidak hanya dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), akan tetapi termasuk juga lembaga pengawas pemilihan umum dan dalam hal ini Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) bahkan Dewan kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri.(vide putusan Mahkamah Konstitusi No. 11/PUU-VIII/2010).
Kaitannya dengan sistem informasi pada Pemilhan Umum Tahun 2024, penelusuran terhadap pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum Menjadi Undang.Undang (UU Pemilu), frasa “sistem informasi” ditemukan secara rigid dalam 2 (dua) ketentuan pasal, pasal 218 dan pasal 536. Berdasarkan ketentuan 2 (dua) ketentuan pasal tersebut di atas, sistem informasi yang keberadaannya secara eksplisit ada dalam UU Pemilu adalah sistem informasi data pemilih (SIDALIH) dan sistem informasi penghitungan suara hasil Pemilu (SITUNG). Sebagai penyelenggara pemilu, KPU memiliki visi menjadi penyelenggara pemilihan umum yang mandiri, profesional, dan berintegritas untuk terwujudnya pemilu yang LUBER dan JURDIL.
Untuk mendukung penyelenggaraan pemilu yang Profesional, maka KPU membuat inovasi dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi, yang merupakan bentuk transformasi Pemilu yang lebih modern dan akuntabel bagi masa depan demokrasi Indonesia. KPU telah mengembangkan dan menggunakan beberapa sistem informasi dalam penyelenggaraan Pemilu (yaitu SIPOL, SIAKBA, SILON, dan SIDAPIL) yang merupakan platform berbasis website maupun aplikasi untuk meningkatkan keakuratan data yang sebagaimana dipersyaratkan dalam undang undang, dengan catatan Kedudukan diluar sistem informasi SIDALIH dan SITUNG tersebut digunakan dalam tahapan penyelenggaraan merupakan alat bantu untuk menciptakan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan tahapan Pemilu dan memberikan pelayanan yang baik kepada Peserta Pemilu.
Meskipun hadirnya transformasi digital ini mempunyai nilai yang positif yaitu lebih transparan dan akuntable perlu diketahui juga bahwa seluruh platform berbasis website Sistem Informasi yang dikembangkan oleh KPU (meliputi; SIPOL, SIAKBA,SILON, dan SIDAPIL) mempunyai kelemahan yag berakibat negatif dan rentan terhadap manipulasi data oleh pemangku kepentingan maupun serangan siber. Banyaknya data yang tersimpan oleh KPU menjadi pekerjaan rumah (PR) tersendiri oleh KPU.
Secara fundamental ketika suatu sektor terintegrasi keruang cyber atau mengalami digitalisasi yang terjadi adalah terbentuknya celah bagi aktor tertentu untuk memanfaatkannya sebagai keperluan pribadi mereka, kepentingan pribadinya itu tergantung aktor yang mempunyai motivasinya sendiri (Ali, 2022). Dampak dari semua data base disimpan dalam satu lembaga adalah meningkatnya risiko keamanan data, konsekuensinya adalah
Jika terjadi kerusakan pada sistem tersebut, maka seluruh operasional pada tahapan pemilu akan terganggu. Jika suatu saat data tersebut jatuh ke tangan yang salah, maka dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi masyarakat maupun negara. Setidaknya pembacaan potensi permasalahan tersebut harus sama-sama dimaknai sebagai usaha bersama melindungi dari pelanggaran terhadap hak-hak konstitusional warga negara oleh penyelenggara pemilu yang memiliki peran satu kesatuan fungsi.
Oleh karena itu peran pengawasan Bawaslu terhadap Sistem Informasi yang dikembangkan oleh KPU diharapkan mampu untuk melakukan pencegahan-pencegahan potensi indikasi kelalaian dan penyalahgunaan sistem informasi. Pentingnya pengawasan oleh Bawaslu dalam mengawal proses pemilu termasuk Sistem Informasi yang dikembangkan KPU setidaknya untuk memastikan pelaksanaan pemilu berdasarkan standar yang telah disepakati sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undanganan.
Selain itu, untuk memastikan tidak terjadi penyimpangan dan mencegah kecurangan dalam proses tahapan Pemilu Tahun 2024. Pola pengawasan Bawaslu sendiri secara eksplisit terdapat pada pasal 93 UU Pemilu Jo Perbawaslu 5 tahun 2022 tentang pengawasan penyelenggaraan pemilu dengan memaksimalkan pola saran perbaikan dapat menjadi benteng terakhir melindungi potensi-potensi permasalahan dalam sistem informasi yang digunakan oleh KPU.
Namun, fakta yang terjadi dalam pelaksanaannya Bawaslu tidak mendapatkan akses yang maksimal untuk melakukan pengawasan sistem informasi yang dikembangkan oleh KPU. Misalnya sistem informasi partai politik (SIPOL) dimana Bawaslu hanya sebatas diberikan akses sebagai viewer (akses pembacaan data SIPOL) padahal input ke dalam SIPOL ini menjadi instrumen penting yang harus dilalui untuk masuk dalam tahapan-tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik sebagaimana dalam PKPU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 4 Tahun 2022 tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Akibat logis permasalahan tersebut, banyaknya partai yang datang ke Bawaslu untuk melaporkan dugaan pelanggaran maupun sengketa proses pemilu bahkan sampai dengan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri yang juga berimbas pada potensi penundaan pemilu pada waktu itu.
Permasalahan sistem informasi ini menjadi sangat krusial, bukan menolak untuk melakukan inovasi karena tuntuntan digitalisasi saat ini. Namun ada permasalahan hak-hak konstitusional yang harus sama-sama kita lindungi akibat dari sistem informasi. Dimana Hak asasi dalam negara hukum merupakan merupakan unsur absolut yang harus dilindungi dan dikembangkan. Perlindungan hak asasi manusia merupakan unsur penting dalam baik dalam konsepsi rule of law maupun konsepsi rechtsstaat. Perlindungan hak asasi manusia ini telah diakui secara universal (Imam Soebechi, 2016). Setidaknya kontrol pengawasan dari Bawaslu terhadap sistem informasi KPU harus sama-sama penyelenggara pemilu maknai sebagai upaya untuk melindungi hak-hak konstitusional warga negara.
Sedangkan dari sisi norma, jika melihat salah satu ciri yang melakat dari lembaga negara independent dalam hal ini adalah KPU, yakni adanya kewenangan self regulatory bodies, yang memungkinkan lembaga ini untuk dapat mengeluarkan aturan masing-masing melalui pembentukan peraturan kelembagaan. Oleh karenanya, setiap peraturan yang dikeluarkan seharusnya pula bisa dikontrol oleh publik, baik ketika proses inisiasi dan pembentukannya, maupun kontrol atas pelaksaannya dalam bentuk judicial review (Zainal Arifin Mochtar, 2019).
Untuk itu terkait dengan banyaknya kendala permasalahan terkait sistem informasi walaupun dalam beberapa hal dikatakan sebagai alat bantu, namun nyatanya dalam beberapa PKPU menempatkan sistem informasi menjadi unsur utama, misalnya dalam pelaksanaan Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu 2024 melalui SIPOL, Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD melalui SIPOL dan Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota melalui SIPOL serta sistem informasi lain yang ditempatkan menjadi unsur utama, jika dalam pelaksaannya PKPU tersebut bermasalah setidaknya ada 2 (dua) jalan norm control mecanism yaitu pertama, dalam proses pembentukan PKPU yang menempatkan sistem informasi sebagai unsur utama harus di kontrol oleh publik melalui uji publik dan kedua, jika dalam pelaksaannya dianggap merugikan dan bertentangan dengan Undang-Undang dapat dilakukan judicial review ke Mahkamah Agung.
Jadi bagaimana Quo Vadis Penggunaan Sistem Informasi Oleh KPU? jawabannya adalah bagaimana sesama penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU dari sisi teknis penyelenggaraan dan Bawaslu dari sisi pengawasan sebagai satu kesatuan fungsi untuk sama-sama memaknai bahwa tujuan dari sistem informasi yang digunakan merupakan bagian mempermudah jalan terhadap perlindungan hak-hak konstitusional warga negara dalam Pemilu Tahun 2024.
Sebagai upaya kontrol publik UU Pemilu juga sudah memberikan ruang bagaimana norma-norma dalam PKPU yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang untuk diuji sehingga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemana permasalahan ini akan sampai? kesemua merupakan proses-proses bernegara melalui Pemilihan Umum Tahun 2024 dalam tujuan mencapai kehidupan demokrasi Indonesia lebih baik, sebagaimana kalimat dari Bung Karno dalam Pidatonya Berirama Dalam Kodrat yang secara futuristik mengatakan bahwa “Kita sekarang ini berada di tengah jalan ke arah penyempurnaan kehidupan demokrasi, Kita sedang dalam usaha mempersiapkan pemilihan umum. Kehidupan demokrasi Kita memang masih perlu disempurnakan.”
Penulis: Ahmad Najihin