Bacaini.ID, BLITAR – Laki-laki kelahiran Desa Sumberdiren, Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar Jawa Timur 14 Juli 1916 itu sejak muda memang terkenal sat set, trengginas dan tak kenal kompromi.
Babak belur lantaran berkelahi dengan para sinyo (anak-anak Belanda), karena dipantik cemooh sarkas inlander, hal yang biasa.
Sikap Soekarni atau Sukarni Kartodiwirjo yang radikal itu tidak pernah berubah, dan terus terbawa hingga ke kancah pergerakan nasional.
Dalam peristiwa Rengasdengklok, Sukarni bersama sejumlah pemuda pernah menculik Soekarno-Hatta jelang Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.
Pada peristiwa 10 November 1945, ia juga pernah meminta Bung Karno mundur dari Presiden RI. Bung Karni, begitu biasa disapa menyampaikan itu kepada Bung Hatta.
Apa sebab? Sukarni terpantik oleh pidato Bung Karno dalam peristiwa terbunuhnya Jenderal Sekutu AWS Malaby di Surabaya akhir Oktober 1945.
Kematian Mallaby diketahui membuat Sekutu marah dan mengeluarkan ultimatum kepada arek-arek Surabaya agar menyerah, atau akan diluluhlantakan.
Bung Karno menanggapi ultimatum Sekutu itu dengan berpidato yang intinya meminta rakyat Surabaya dan Indonesia pada umumnya, tetap tenang.
Bagi Sukarni, hal itu tidak pantas diucapkan pemimpin revolusioner yang sedang berjuang. Dalam situasi revolusi kepemimpinan harus dijalankan secara revolusioner.
Karenanya kedudukan Soekarno sebagai Presiden RI, kata Sukarni harus diganti.
“Tan Malaka lah, katanya (Sukarni) yang sesuai tuntutan revolusi dalam memimpin perjuangan,” kata Bung Hatta dalam buku Mohammad Hatta Biografi Politik.
Bung Hatta menanggapi desakan Sukarni agar Bung Karno meletakkan jabatan sebagai Presiden RI dengan kepala dingin.
Ia mengingatkan Sukarni, mengganti kepala negara tidak sama dengan mengganti ketua perkumpulan.
Ada mekanisme yang harus dilalui, di mana harus ada pembahasan di dalam Badan Pekerja KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat).
“Hatta menganjurkan Sukarni untuk membicarakan hal ini dalam Badan Pekerja (KNIP), karena Sukarni kebetulan anggota Badan ini”.
Sukarni lantas menggalang kekuatan, mengumpulkan orang-orang untuk masuk ke dalam wadah Persatuan Perjuangan.
Pendirian Persatuan Perjuangan yang didalamnya berisi 141 organisasi politik, termasuk laskar dan partai politik dipelopori Tan Malaka pada tahun 1946 di Purwokerto Jawa Tengah.
Upaya politik menggantikan kepemimpinan Soekarno-Hatta melalui dasar Testamen Politik, memang gagal. Namun upaya tokoh Murba itu terus digelorakan.
Sukarni tutup usia pada 7 Mei 1971 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta. Siapa yang mewarisi sikapnya yang tak kenal kompromi?.
Penulis: Solichan Arif