Bacaini.ID, KEDIRI – Menanggapi ditangkapnya seorang pelajar SMA lantaran kasus kerusuhan pada akhir Agustus lalu, LBH Advokasi Publik Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Nganjuk menilai bahwa proses hukum terhadap F (19), telah menyimpang dari aturan hukum acara pidana. Hal ini disampaikan langsung oleh Anang Hartoyo, S.H., selaku penasihat hukum resmi dari F, yang juga merupakan direktur LBH AP PDM Nganjuk melalui siaran pers.
Bahwa rangkaian proses hukum yang dijalankan aparat mulai dari penangkapan, penetapan tersangka, penyitaan, hingga penahanan dilakukan di luar prosedur hukum dan cenderung bersifat semena-mena.
F datang secara sukarela sebagai saksi, bukan tertangkap tangan. Tapi dia dipulangkan sebagai tersangka dan langsung ditahan. Ini bentuk penangkapan terselubung yang melanggar KUHAP.
Hal fakta hukum yang saya Dipermasalahkan:
– Tidak ada surat panggilan sah, padahal F bukan tertangkap tangan.
– Penetapan tersangka dilakukan tanpa dua alat bukti yang sah dan tanpa gelar perkara terbuka, bertentangan dengan Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014.
– Barang bukti yang disita hanyalah: handphone, laptop, buku bacaan, catatan pemikiran, dan poster.
– Penyitaan dilakukan tanpa saksi lingkungan (RT/RW) dan tanpa berita acara saat kejadian.
– F ditahan meskipun masih pelajar, kooperatif, dan belum pernah dihukum.
Penyalahgunaan UU ITE
F dijerat dengan Pasal 28 ayat (3) jo. Pasal 45A ayat (3) UU ITE, yang seharusnya dipakai untuk mencegah ujaran kebencian berbasis SARA. Namun dalam kasus ini, tidak ada ujaran kebencian. Tidak ada permusuhan SARA. Bahkan tidak ada konten yang diverifikasi oleh ahli forensik digital.
Yang disita hanyalah ekspresi berpikir: catatan, poster, dan isi percakapan. Jika itu dianggap alat kejahatan, maka sesungguhnya yang diserang adalah kebebasan berpikir itu sendiri.
Saya menilai proses hukum terhadap F tidak hanya melanggar hukum positif, tetapi juga mencederai nilai kemanusiaan dan moral pendidikan. F adalah pelajar. Ia datang membawa niat baik, tapi dipulangkan dengan status tersangka.
Jika hari ini pelajar bisa dikriminalisasi karena berpikir, maka besok siapa pun bisa mengalami hal yang sama. Ini bukan penegakan hukum ini pembungkaman yang dibungkus pasal.