Sebuah desa bukan sekadar kumpulan rumah dan penduduk. Ia adalah ruang hidup dan alur kehidupan yang menyimpan sejarah, nilai, dan perjalanan panjang para leluhurnya.
Inilah yang sangat terasa saat kita menapakkan kaki di Desa Wisata adat Sebawang, sebuah permata tersembunyi yang terletak di wilayah Kalimantan Utara tepatnya di Kabupaten Tana Tidung.
Lebih dari sekadar destinasi alam. Desa ini adalah perwujudan nyata dari ketangguhan dan kekayaan budaya Suku Dayak Belusu.
Untuk memahami keindahan dan keagungan desa Sebawang, kita harus lebih dulu menengok ke belakang, menelusuri kisah terbentuknya Desa Sebawang, nama yang menjadi fondasi bagi desa wisata ini.
Kisah itu dimulai pada masa lampau, di era Kerajaan Pelita Penambahan dan penjajahan Belanda, saat sering pecah perang antar suku.
Untuk menyelamatkan rakyatnya, seorang tokoh bernama Aki Polod Pangeran Tuwo membawa anggota dan pengikutnya mencari tempat perlindungan.
Mereka menetap di Gunung Ruka, hulu Sungai Mangkaban – Sebawang, memulai sebuah perjalanan panjang yang penuh liku.
Para leluhur ini tidak menetap di satu tempat. Sejarah mencatat perpindahan mereka di sebelas lokasi berbeda, yang setiap tempat singgahnya ditandai dengan pendirian “Rumah Adat”.
Dari Rumah Adat di Gunung Ruka, hingga yang terakhir di Sungai Lampun/Liagu Terbaru, setiap perpindahan adalah babak baru dalam pencarian penghidupan, kedamaian dan kesejahteraan.
Perjalanan ini membuktikan ketangguhan dan kedekatan leluhur Dayak Belusu dengan alam.
Mereka tidak hanya berpindah, tetapi juga menaklukkan dan memahami setiap jengkal tanah yang mereka singgahi.
Setelah Aki Polod, tonggak kepemimpinan diteruskan oleh anak cucunya, mulai dari Aki Pilo, Aki Usad, Aki Umbol, hingga Aki Anud yang terkenal karena kepemimpinannya yang bijaksana dan kesaktiannya.
Setelah rentetan kepemimpinan silih berganti, tibalah saat di mana kampung ini sempat berkembang dan mulai berbenah.
Kepemimpinan Pak Yatan, menantu dari Aki Isun, membuat sebagian besar penduduk pergi berladang ke Sungai Sebidai, meninggalkan sebagian keluarga yang masih berbenah di rumah.
Namun semangat untuk kembali dan membangun tidak pernah padam.
Seiring berjalannya waktu, anak cucu dari Aki Isun yang menetap di kampung kembali berketurunan, mengisi kembali ruang-ruang yang sempat kosong dan membangun peradaban.
Puncaknya pada tahun 2005, Kampung Sebawang secara resmi dimekarkan dari Desa Sebidai.
Tonggak sejarah ini ditandai dengan dilantiknya Bapak Fransiskus Tonbessi sebagai Pejabat Sementara Kepala Desa pada Tahun 2005-2006.
Kemudian dilanjutkan oleh Bapak Ramsyah Yorom Tahun 2007, dilanjutkan oleh Bapak Jamhari sebagai kepala Desa Definitif Tahun 2007-2014, dilanjutkan oleh Ibu Sri Winarni, ST sebagai Pejabat Sementara Kepala Desa Tahun 2019, kemudian dilanjutkan oleh Bapak Budiaji sebagai Pejabat Sementara Kepala Desa Tahun 2020.
Hingga akhirnya terpilih Bapak Damianus sebagai Kepala Desa definitif Tahun 2021-2027. Peristiwa ini jadi titik balik.
Menghidupkan kembali Roh Desa dan membukakan jalan menuju Visi baru: Menjadi Sebuah Desa Wisata adat yang mandiri, berbudaya dan berdaulat.
Menyelami Keindahan Alam dan Budaya Dayak Belusu
Desa Wisata adat Sebawang tidak hanya hidup dari sejarahnya yang panjang, tetapi juga dari keindahan alam dan kekayaan budayanya yang otentik.
Di desa Wisata adat Sebawang tidak bisa lepas dari Nama “Mangkaban”. Karena sangat erat kaitannya dengan salah satu permata alamnya: Air Terjun hutan Mangkaban.
Tersembunyi di dalam lebatnya hutan, air terjun ini menawarkan pemandangan yang menakjubkan.
Airnya yang jernih jatuh dari ketinggian, menciptakan kolam alami yang menyegarkan di bawahnya.
Suara gemericik air yang berpadu dengan kicauan burung dan serangga hutan menciptakan simfoni alam yang menenangkan jiwa.
Bagi pengunjung, perjalanan menuju air terjun adalah petualangan tersendiri, berjalan kaki menyusuri jalan setapak yang dilindungi pepohonan rindang.
Keindahan Mangkaban tidak hanya terbatas pada air terjun. Hutan yang mengelilingi desa memiliki histori yang tak terpisahkan dari perjalanan leluhur Dayak Belusu.
Hutan ini adalah saksi bisu dari perpindahan mereka. Ia juga merupakan gudang pengetahuan yang diwariskan secara turun-temurun—mulai dari kearifan lokal dalam memanfaatkan hasil hutan secara Arif dan berkelanjutan, hingga pengetahuan tentang tumbuhan obat-obatan.
Hutan bagi Suku Dayak Belusu adalah “ibu,” yang menyediakan segalanya dan harus dijaga kelestariannya.
Selain keindahan alamnya, daya tarik utama Desa Wisata adat Sebawang terletak pada budaya Dayak Belusu yang masih sangat terjaga.
Para leluhur yang disebut dalam sejarah di halaman pertama adalah pondasi dari kebudayaan ini. Kekayaan budaya ini tercermin dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari masyarakat.
Mulai dari rumah adat yang mereka bangun, pakaian tradisional yang mereka kenakan, hingga upacara adat yang masih sering dilakukan.
Suku Dayak Belusu dikenal dengan keramahtamahannya. Mereka dengan senang hati akan menyambut setiap pengunjung dan membagikan cerita, tradisi, serta kearifan lokal mereka.
Hal ini menciptakan pengalaman yang lebih dari sekadar berwisata, ini adalah kesempatan untuk terhubung dengan akar budaya yang otentik.
Beragam budaya tradisi yang masih utuh di tengah gerusan zaman modern dan global.
Dengan perpaduan harmonis antara keindahan Air Terjun Mangkaban, sejarah hutan yang mendalam, dan lestarinya budaya Dayak Belusu, Desa Wisata ini menawarkan pengalaman holistik.
Ini adalah tempat di mana pengunjung bisa merasakan kedamaian alam dan sekaligus menyelami kekayaan warisan leluhur.
Visi Berdaulat dan Pemberdayaan Komunitas
Desa Wisata adat Sebawang dengan motto PINI PILI TULAU TAKAU (bahasa belusu) yang kurang lebih artinya mempercantik, merawat dan memperindah kampung halaman/ desa ini tidak terbentuk secara instan.
Keberhasilan yang dicapai saat ini adalah hasil dari kerja keras dan kolaborasi yang dimulai dari nol.
Perjalanan ini dimulai dengan pendampingan Desa Wisatanya yang dimulai dari titik awal pada tahun 2024.
Proses pendampingan ini melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah melalui dinas pariwisata kabupaten tana tidung dan para pihak lainya.
Salah satunya adalah ASIDEWI (Asosiasi Desa Wisata Indonesia), untuk membersamai masyarakat mengenali potensi desa mereka dan menyusun rencana pengembangan yang berkelanjutan.
Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa pariwisata tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga memberdayakan masyarakat dan melestarikan lingkungan serta budaya.
Pengembangan Desa Wisata adat Sebawang
Fokus utama dari pendampingan oleh ASIDEWI Indonesia ini adalah peningkatan kapasitas sumber daya manusia di desa.
Masyarakat dilatih untuk menemukan kembali potensi desa dengan metode pemetaan dan perencanaan partisipatif.
Melatih menjadi pemandu wisata yang baik, pengelola homestay yang profesional, dan pengrajin yang mampu menghasilkan produk-produk unggulan.
Hal ini sangat penting untuk mewujudkan pariwisata yang mandiri, di mana keuntungan sepenuhnya kembali kepada masyarakat desa.
Serta melakukan pelatihan promosi secara digital dan menjadikan warga lokal bisa menjadi konten kreator yang baik.
ASIDEWI juga melakukan kunjungan monitoring secara berkala yang menjadi bagian tak terpisahkan dari proses ini.
Tim monitoring datang untuk mengevaluasi kemajuan, memberikan masukan konstruktif, dan memastikan bahwa setiap program berjalan sesuai dengan visi yang telah direncanakan.
Salah satu program unggulan yang mencerminkan Visi keberlanjutan Desa wisata adat ini adalah inisiatif penanaman pohon Desa wisata Berkedaulatan Pangan.
Program ini tidak hanya bertujuan untuk mereboisasi atau menghijaukan kembali area-area tertentu, tetapi juga untuk menciptakan ketahanan pangan lokal.
Pohon-pohon yang ditanam adalah jenis-jenis pohon buah-buahan atau tanaman produktif lainnya yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Hal ini tidak hanya menambah keindahan alam desa, tetapi juga memberikan sumber pangan tambahan, mengurangi ketergantungan pada pasokan dari luar, dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi secara berkelanjutan.
Kemudian juga program digitalisasi di desa wisata. Secara prestasi, desa wisata adat Sebawang masuk nominasi 50 besar desa wisata terbaik se Indonesia.
Itu berlangsung dalam Anugerah desa wisata Indonesia ADWI 2024 yang di laksanakan oleh kementerian pariwisata dan ekonomi kreatif RI.
Desa Wisata adat Sebawang adalah contoh nyata bagaimana sejarah dan tradisi dapat menjadi landasan bagi masa depan yang cerah.
Kisah perjalanan para leluhur Dayak Belusu yang tangguh kini menjadi inspirasi bagi masyarakat modern untuk membangun Desa yang Mandiri dan Berdaulat.
Mangkaban bukan hanya tempat untuk dikunjungi, tetapi juga sebuah pelajaran hidup tentang bagaimana menjaga Warisan, Berkolaborasi, dan Merajut masa depan yang berkelanjutan.
Dengan segala potensinya, Desa Wisata Mangkaban siap menyambut para petualang yang ingin merasakan kehangatan Budaya, Kedamaian alam, dan kisah inspiratif sebuah Desa yang bangkit dari sejarah.
Penulis: Andi Yuwono
*) Ketua Umum ASIDEWI (Asosiasi Desa Wisata Indonesia)