Langkah Pemerintah Kota Kediri yang membuldozer kawasan lokalisasi Semampir tak mampu merobohkan sebuah makam yang berdiri di sana. Warga setempat mempercayainya sebagai makam keramat yang menyimpan jasad Eyang Putri.
Percaya atau tidak, alat berat yang dikerahkan untuk menghancurkan bangunan rumah di lokalisasi Semampir tak pernah menyentuh makam tersebut. Makam yang berada di dalam bangunan rumah sederhana itu hanya dilewati buldozer dalam pembersihkan kompleks lokalisasi 16 Desember 2016 silam.
Upaya penelusuran sosok Eyang Putri ini cukup sulit mengingat tak ada satupun warga di sekitar makam yang tahu asal usulnya. Mereka hanya meyakini jika makam tersebut keramat dan terkait dengan sejarah Semampir.
Teka teki Eyang Putri sedikit terkuak saat Bacaini.id berhasil menemukan mantan perangkat Kelurahan Semampir yang turut dalam pembangunan lokalisasi tahun 1968. Dia adalah Sapto Darmo, yang kini telah berusia 78 tahun.
baca ini Lokalisasi Semampir Sudah Ada Sejak Kerajaan Kadiri
Ditemui di rumahnya, Sapto terlihat amat sepuh. Tangannya bergetar saat menerima kehadiran reporter Bacaini.id, Karebet dan Novira Kharisma, Rabu, 10 Februari 2021. Dengan suara lirih, Sapto menceritakan sosok Eyang Putri dan sejarah lokalisasi Semampir puluhan tahun silam.
Menurut Sapto, Eyang Putri adalah seorang ledek (penyanyi kesenian tradisional) asal Blitar. Pekerjaannya adalah mengamen dengan menyanyikan lagu-lagu tradisional. “Dia ledek di jalan sambil mencari cucunya,” kata Sapto Darmo.
Tak diketahui pasti kapan masa itu berlangsung. Namun Sapto memastikan jika Eyang Putri pernah mengabdi pada salah satu keluarga Cina di Kediri. Pada awalnya Eyang Putri bekerja sebagai buruh. Namun tak lama kemudian dia dijadikan gundik atau selir oleh majikannya.
“Setelah Mbah Putri meninggal, jasadnya dimakamkan di lokasi kuburan Cina Semampir. Tempat itu berada di lahan lokalisasi dan diberi nama Bong Ireng,” tutur Sapto Darmo.
Saat Walikota Kediri Anwar Zainudin membangun lokalisasi Semampir, area pemakaman Cina di kawasan itu dihancurkan. Seluruh makam yang ada dibongkar untuk perluasan pengembangan kota, kecuali makam Eyang Putri.
“Saya ikut mengukur lahan untuk dijadikan kompleks (lokalisasi) saat itu. Dan saya menyaksikan makam Mbah Putri sudah ada, tidak ikut dibongkar oleh pemerintah,” kata Sapto.
Sejak pendirian lokalisasi Semampir, area Bong Ireng yang sebelumnya tak pernah dijamah orang mulai ramai dikunjungi. Warga sekitar juga merawatnya dan kerap melakukan ritual nyadran di sana. Mereka pula yang menjulukinya dengan makam Eyang Putri.
baca ini Kompleks Semampir Wajah Kelam Kota Kediri
Karena dirawat terus menerus, makam tersebut mulai mengundang perhatian orang banyak. Tak sedikit yang mendatanginya untuk mencari pesugihan. Beberapa peziarah juga bermalam di sana untuk mendapat petunjuk nomor togel.
“Padahal yang sering mbisikki pencari togel adalah demit Kali Brantas yang nempel di Bong Ireng. Eyang Putri sendiri orang baik,” kata Sapto Darmo.
Namun demikian, Sapto Darmo membantah keras anggapan Eyang Putri sebagai perintis kawasan Semampir. Lokasi itu dibabat dan dirintis oleh Eyang Tumenggung Taru, Mbah Ronggo Patih, Mbah Sengon, dan Rondo Kuning.
Lantas apa keistimewaan Eyang Putri hingga dikeramatkan warga sekitar?
Menurut Sapto Darmo, Eyang Putri disegani karena memiliki ilmu yang diberikan oleh Pangeran Diponegoro. Selebihnya dia adalah gundik yang dipelihara oleh orang Cina. “Saya sudah 42 tahun menjadi pamong, jadi yang saya ceritakan pasti cocok. Kalau warga Semampir yang sekarang tidak banyak yang tahu,” tegasnya.
Soal perintis Semampir yang disampaikan Sapto Darmo ini dibenarkan oleh Sirojudin, perangkat Kelurahan Semampir. Menurut dia, tokoh yang dianggap babat alas adalah Tumenggung Taru, Mbah Ronggo Patih, Mbah Sengon, Mbah Dinoyo, dan Rondo Kuning.
Tokoh tersebut tidak fiktif dan jasadnya dimakamkan di Kelurahan Semampir. “Di makam beliau-beliau tersebut, kami melakukan rutinitas tahunan. Saat bulan Suro bersih desa dan ziarah makam,” katanya.
Makam Eyang Putri justru baru dijadikan obyek ziarah bulan Suro sekitar tujuh tahun terakhir. Sirojudin mengatakan hingga kini kisah tentang Eyang Putri masih menjadi misteri.
“Selama 25 tahun menjadi pamong, saya hanya tahu kalau Eyang Putri itu dulunya gundik. Tetapi cerita yang berkembang di masyarakat memang bervariasi,” katanya.
Penulis: Karebet & Novira Kharisma
Editor: HTW