Bacaini.id, TRENGGALEK – Larung Sembonyo merupakan tradisi masyarakat nelayan Pantai Prigi Desa Tasikmadu Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek Jawa Timur yang hingga kini masih lestari.
Upacara adat dengan ritual melarung sesaji berupa patung sepasang penganten serta tumpeng agung ke pantai selatan itu diketahui telah masuk ke dalam kalender wisata.
Menurut Suparlan, salah satu tokoh masyarakat di Watulimo, Larung Sembonyo merupakan ungkapan rasa syukur nelayan atas hasil tangkapan ikan pantai selatan yang melimpah.
Mengacu folklore (cerita rakyat) yang berkembang di masyarakat pesisir Watulimo, upacara adat larung sembonyo terkait erat dengan kisah perkawinan Raden Tumenggung Yudho Negoro dengan Putri Gambar Inten.
“Kisah itu muncul bersamaan dengan upaya membuka wilayah Prigi,” tuturnya. Pernikahan itu berlangsung pada hari Senin Kliwon penanggalan Jawa.
Berangkat dari peristiwa pernikahan itu, konon Raden Tumenggung kemudian meminta setiap tahun diperingati dengan upacara labuh laut Larung Sembonyo, yakni melarung sesaji ke pantai selatan.
Sebagai bagian dari hiburan, upacara larung sembonyo selalu diiringi dengan kesenian tayub dan jaranan. Menurut Suparlan, Larung Sembonyo lebih pada ungkapan rasa syukur masyarakat nelayan.
Terutama terkait hasil tangkapan ikan yang melimpah. “Termasuk doa tidak terjadi musibah sehingga dapat meningkatkan perekonomian nelayan dan masyarakat serta meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Trenggalek,” pungkasnya.
Sementara itu upacara larung sembonyo dihadiri Bupati Trenggalek Moch Nur Arifin atau Mas Ipin yang menyampaikan rasa syukurnya telah diberi kesehatan dan kesadaran sehingga bisa melestarikan budaya leluhur.
“Semoga kita senantiasa diberikan kesehatan kelancaran sampai sekarang,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu Mas Ipin mengajak warga masyarakat mendoakan nelayan yang menjadi korban laka laut dan belum ditemukan. Seperti diketahui pada tahun 2023 terjadi laka laut yang melibatkan 8 nelayan.
Mas Ipin juga mengatakan banyak para ahli menyatakan cuaca semakin tidak menentu akibat krisis iklim. Imbasnya nelayan semakin sulit menangkap ikan, di mana kesulitan itu diharapkan menjadi refleksi.
“Laut ini adalah lahan rejeki, wadah makan kita jangan kotori dengan sampah. Masak kita mau makan dengan sampah. Jagalah alam ini dengan tidak membuang sampah sembarangan. Kemudian tidak melakukan pembalakan liar, menebang pohon sembarangan. Dengan begitu alam akan lebih terjaga,” ungkapnya.
Mas Ipin juga menyinggung infrastruktur di sekitar Prigi yang semakin baik. Adanya Jalur Lintas Selatan (JLS) yang tersambung dengan Tulungagung diharapkan bisa berdampak positif pada ekonomi masyarakat.
Juga diumumkan kepada masyarakat di kawasan Teluk Prigi bahwa pada 7-8 Juni 2024 Kabupaten Trenggalek menjadi tuan rumah ajang Putri Otonomi Indonesia. Acara yang berlangsung akan dihadiri banyak tamu dari berbagai daerah, bahkan dari luar negeri.
Mas Ipin berharap warga Trenggalek bisa memanfaatkan momentum dengan sebaik-baiknya. (*)