GRESIK – Bagi sebagian masyarakat Jawa Timur, istilah ‘kopi pangku’ bukan hal asing. Kopi pangku dimaknai sebagai praktik prostitusi yang beroperasi di warung kopi. Sasarannya para pengunjung warung yang mayoritas laki-laki.
Gresik adalah salah satu kabupaten di Jawa Timur yang disebut memiliki banyak warung kopi pangku. Jumlah warung kopi di sana memang luar biasa. Bahkan tiap sudut kota selalu ditemukan warung kopi dengan berbagai bentuk.
Namun apakah semuanya memberikan jasa esek-esek?
Sebut saja Fulan, salah satu pemilik warung kopi di Gresik dengan tegas membantah tudingan itu. Menurut dia, tak semua warung kopi di kotanya melayani bisnis esek-esek. “Paling hanya satu dua saja, itupun di luar pengelolaan warung,” katanya kepada Bacaini, Jumat 28 Agustus 2020.
Namun Fulan tak membantah jika banyak warung kopi yang merekrut jasa perempuan muda sebagai tenaga kerja. Termasuk warung miliknya. Perempuan muda dan berparas cantik menjadi incaran pemilik warung. Bukan untuk melayani kebutuhan biologis konsumen, tetapi menemani karaoke.
Demi menarik dan membuat betah pelanggannya, Fulan menyediakan fasilitas karaoke di warungnya. Gadis-gadis itulah yang menjadi pemandu lagu atau operator alat yang juga menemani pelanggan menyanyi. Fulan merekrut mereka dari mulut ke mulut sesama pemilik warung, atau para pencari kerja sendiri. Rata-rata mereka bukan warga Gresik, melainkan pendatang seperti Banyuwangi dan Tuban.
Keberadaan gadis-gadis cantik ini, menurut Fulan, sangat berpengaruh terhadap tingkat kunjungan konsumen. Padahal mereka hanya menyanyi dan ngobrol dengan pelanggan tanpa melakukan perbuatan asusila. “Paling banter ngobrol mesum dan menggoda saja,” kata Fulan menggambarkan perilaku konsumennya yang rata-rata anak muda.
Namun siapa sangka, jasa menyanyi inilah yang sebenarnya mendulang pemasukan besar bagi pemilik warung. Jika harga kopinya hanya Rp 5.000 per cangkir, seorang pelanggan bisa merogoh kocek hingga Rp 50.000 sebagai tip menemani menyanyi. Selain itu, makin lama mereka berada di warung, makin besar peluang menjajakan makanan atau minuman di warung itu.
Fulan juga tak menyediakan kamar-kamar khusus untuk melayani bisnis esek-esek. Warungnya hanya dilengkapi bangku kayu dan televisi serta sound sistem untuk karaoke. Ruang menyanyi biasanya ditempatkan di bagian belakang warung, dan masih terlihat jelas dari depan.
Soal transaksi esek-esek yang kerap dituduhkan kepada mereka, Fulan mengaku tidak tahu. “Memang ada pelanggan yang memiliki hubungan khusus dengan karyawan, kayak pacaran. Soal mereka berbuat apa di luar saya kan tidak tahu,” katanya.
Istilah warung pangku memang sudah melekat dengan kegiatan seksual. Kopinya diminum, penjualnya dipangku.
“Tapi tidak ada penjual yang dipangku di sini. Kalau pangku-pangkuan, bagaimana melayani pembeli,” kata Fulan tertawa. (HTW)