Bacaini.id, KEDIRI – Jelang peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau G30S PKI, Pondok Pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur berada di dalam tekanan orang-orang PKI.
Kediri dalam situasi mencekam, terutama bagi warga pondok pesantren. Tidak sedikit santri Lirboyo yang mendapat gangguan, yakni dibully hingga dipersekusi dengan serangan fisik.
Dilansir dari buku Benturan NU-PKI 1948-1965, lingkungan tempat Ponpes Lirboyo diketahui merupakan basis PKI. Banyak penduduk Lirboyo yang menjadi kader dan simpatisan PKI, bahkan tidak sedikit yang menjadi anggota PKI militan.
“Karena itu posisi pesantren ini selalu dalam tekanan PKI,” demikian dikutip dari Benturan NU-PKI 1948-1965 (2013).
Keberanian orang-orang PKI Kediri menyerang mereka semua yang dianggap lawan politik sudah berlangsung lama. Keberanian itu semakin terlihat pasca Pemilu 1955.
PKI di Karsidenan Kediri diketahui sebagai pemenang pemilu 1955. PKI memperoleh dukungan 457.000 suara dan itu mengalahkan perolehan suara PNI, NU, dan Masyumi.
Sementara menghadapi provokasi orang-orang PKI Kediri, para santri Ponpes Lirboyo memilih bersikap pasif. Kendati demikian, penjagaan ketat oleh santri dengan kemampuan bela diri pencak silat terus dilakukan.
Pada suatu hari jelang peristiwa G30S PKI, pesantren Lirboyo tiba-tiba disatroni oleh orang-orang PKI. Mereka berhasil masuk dan langsung menyerang Kiai Marzuqi Dahlan, pengasuh Ponpes Lirboyo.
Menantu Kiai Abdul Karim atau Mbah Abdul Karim, yakni pendiri Ponpes Lirboyo itu, ditembak. Ajaib. Peluru tidak mampu melukai Kiai Marzuqi. Insiden itu membuat para santri sontak merapatkan barisan.
“Sang kiai tidak mempan ditembak tetapi letusan senjata itu mengagetkan santri hingga mereka berlarian ke rumah sang Kiai”.
Ternyata di saat yang sama, Kiai Machrus Aly atau Mbah Machrus juga diserang. Serupa dengan yang dialami Kiai Marzuqi, orang-orang PKI juga menembak Mbah Machrus.
Namun peluru yang dilepaskan juga tidak mampu melukai. Mbah Machrus ternyata kebal. Melihat itu, orang-orang PKI yang sempat dikepung santri gentar dan memilih melarikan diri.
“Sejak ketegangan itu KH Marzuqi menyerukan para santri untuk membantu masyarakat dalam menghadapi serangan PKI di berbagai desa sekitar pesantren”.
Gerakan 30 September 1965 meletus. Peristiwa penculikan sekaligus pembunuhan sejumlah perwira tinggi Angkatan Darat di Jakarta itu membuat rakyat marah kepada PKI.
Pimpinan, kader dan simpatisan PKI di seluruh Indonesia diburu, ditangkap dan tidak sedikit yang dihabisi. Tidak terkecuali di Kediri dan sekitarnya. Sungai Brantas yang melintasi wilayah Kediri menjadi saksi sejarah.
Mbah Machrus dan Mbah Marzuqi meminta santri Lirboyo untuk tidak ikut membunuh orang-orang PKI. Para santri yang berhasil menangkap orang-orang PKI diminta menyerahkan kepada aparat keamanan.
Sebab bagi Mbah Machrus banyak simpatisan PKI yang ikut bergabung ke PKI karena ikut-ikutan dan terprovokasi. “Para kiai berharap di kemudian hari mereka insaf sendiri, karena itu perlu didekati dan disantuni”.
Penulis: Solichan Arif