Bacaini.id, KEDIRI – Klenteng Tjoe Hwie Kiong kembali menggelar pementasan wayang Po Tay Hie (Potehi) selama satu bulan penuh. Sejumlah dalang Jawa ikut ambil bagian menghidupkan kesenian asal Tiongkok yang sempat mati suri selama pandemi.
Pementasan wayang Potehi di Klenteng Tjoe Hwie Kiong, Jalan Yos Sudarso, Kelurahan Pakelan, Kota Kediri ini dimainkan oleh Sugiyo Waluyo, dalang Potehi asal Surabaya. Dalam pementasan yang digelar pada hari Sabtu, 19 Juni 2021 kemarin, dalang bersuku Jawa itu mengambil judul Sie Kong.
Meski bukan seorang Tionghoa, Sugiyo Waluyo dengan lihai memainkan wayang berbentuk boneka kain. Di tangannya, boneka-boneka itu seperti hidup saat mengisahkan legenda Sie Kong, panglima perang yang hidup di masa kerajaan Tong.
“Kebetulan rumah saya di Surabaya berhadapan dengan klenteng. Waktu kecil bermainnya ke klenteng, cari hiburan, tinggal nyebrang aja,” kata Sugiyo kepada Bacaini.id, akhir pekan lalu.
Karena menonton setiap hari, Sugiyo yang kini berusia 59 tahun ini berkeinginan menjadi bagian dari kesenian Potehi. Sejak itu dia belajar mendalang.
Bukan hal mudah bagi Sugiyo untuk bisa menjadi dalang wayang potehi seperti sekarang ini. Butuh waktu panjang dan keahlian bertahap untuk bisa memainkan potehi. “Saya mulai belajar sejak usia 10 tahun,” katanya.
Dalam kurun itu, Sugiyo tak serta merta menjadi dalang. Sejak tahun 1972 dia hanya menjadi asisten dalang. Tahap selanjutnya adalah memegang tambur, kesra, dan terompet. Baru menginjak tahun 1994 dirinya resmi menjadi dalang sampai sekarang.
Tak hanya piawai memainkan boneka, dalang Potehi juga dituntut piawai menjadi pengisi suara sesuai karakter boneka. Mulai dari laki-laki, perempuan, orang tua juga anak kecil. Kesulitan paling tinggi adalah mengatur intonasi suara yang tepat.
Setiap kali pementasan Potehi, Sugiyo selalu membawa satu tim terdiri dari lima orang. Terdiri dari dalang, satu orang asisten dalang, dan dua orang pemain musik. Jumlah tersebut adalah formasi minimal.
“Saya banyak mempelajari kisah dan cerita wayang potehi dari buku-buku sejarah dan para senior. Juga dari paman saya yang kebetulan juga dalang Potehi. Dalang itu harus paham betul karakter setiap wayangnya,” jelasnya.
Di dunia wayang Potehi, Sugiyo memiliki nama panggung Ki Subur. Dengan nama itu dia telah banyak melakoni berbagai pementasan. Bahkan seiring berkembangnya zaman, Potehi mulai digemari di luar komunitas Tionghoa.
Hal itu memancing Sugiyo menyediakan layanan tanggapan wayang Tiongkok dengan istilah Go Potehi. Layanan ini menyediakan pentas wayang Potehi menggunakan mobil dan siap main di berbagai daerah.
“Go Potehi lebih strategis di masa pandemi, kita bisa mainkan wayangnya di mobil, jadi tidak perlu panggung. Jumlah penonton juga lebih mudah dibatasi,” jelasnya.
Sampai saat ini Ki Subur tercatat menjadi salah satu dari tujuh dalang Potehi yang bersuku Jawa. Dia juga sudah berkeliling Indonesia, dan merambah Jepang serta Malaysia.
Meski bukan keturunan Tionghoa, semangat Sugiyo untuk mementaskan Potehi tak pernah lekang. Bahkan ketika pementasan dalam rangka hari lahir Mak Co di Klenteng Tjoe Hwie Kiong sepi penonton, Ki Subur tak pernah merasa risau. Sesuai kepercayaan wayang Potehi, kesenian itu dipersembahkan untuk para dewa.
Bagi yang tertarik menonton wayang Potehi, bisa mendatangi Klenteng Tjoe Hwie Kiong setiap pukul 14.00-16.00 WIB dan pukul 19.00-21.00 WIB.
Penulis: Novira Kharisma
Editor: HTW
Tonton video: