Pendahuluan
ASN (Aparatur Sipil Negara) adalah profesi bagi PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja, yang mengabdi pada instansi pemerintah. Pegawai ASN terdiri dari PNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja, yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan, serta diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pegawai ASN berfungsi sebagai pelaksana kebijakan publik; pelayanan publik; serta perekat dan pemersatu bangsa. Pegawai ASN juga berperan sebagai perencana, pelaksana dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Sebagai pelaksana kebijakan pemerintah, maka ASN memiliki posisi penting dan tanggung jawab besar dalam proses pembangunan negara. Artinya, tuntutan untuk bekerja secara profesional dan netral adalah sebuah keharusan. Seperti kita ketahui bersama terdapat beberapa contoh kasus ketidaknetralan ASN dapat menghambat pembangunan negara. Era Orde Baru menjadi bukti paling mudah dilihat bahwa absennya netralitas PNS dapat berakibat negatif bagi pembangunan negara. Belajar dari kesalahan masa lalu, pemerintah kini mulai membenahi kualitas SDM aparatur melalui upaya reformasi birokrasi.
Berkenaan dengan hal tersebut, dalam rangka mewujudkan sistem pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good governance), serta mewujudkan pelayanan publik yang baik, efisien, efektif, dan berkualitas, tentunya perlu didukung oleh adanya pegawai ASN yang profesional, bertanggung jawab, adil, jujur, kompeten dalam bidangnya. Dengan kata lain, pegawai ASN dalam menjalankan tugas tentunya harus berdasarkan pada profesionalisme dan kompetensi, sesuai kualifikasi bidang ilmu yang dimilikinya. Data BKN (Badan Kepegawaian Negara) menunjukan bahwa saat ini terdapat hampir 4 juta lebih pegawai ASN di Indonesia. Kritik tentang rendahnya mutu pelayanan pegawai ASN selalu dikaitkan dengan profesionalisme semata[1]. Padahal, tidak memadainya kualitas kerja pegawai ASN juga merupakan akibat tidak berimbangnya rasio antara jumlah pegawai ASN dengan para stakeholders-nya, di samping rendahnya kompetensi para pegawai ASN yang bersangkutan
Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara merupakan harapan menuju pada pemerintahan yang lebih baik, namun masih banyak persoalan yang mesti segera mendapat perhatian dan tindakan serius untuk mempercepat proses yang diharapkan dan dicita citakan. Dalam Aparatur sipil negara terdapat pula manajemen ASN yang lebih ditujukan untuk nilai dasar dan etika yang dimiliki oleh ASN dalam menjalankan tugas sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Adapun pengertian Manajemen ASN sebagaimana dijelaskan didalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah pengelolaan pegawai negeri sipil untuk menghasilkan pegawai negeri sipil yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain itu didalam Undang-Undang Nomer 5 tahun 2014 diatur juga adanya lembaga baru dalam pengaturan manajemen kepegawaian sesuai dengan Pasal 27 adanya lembaga Komisi Apartur Sipil Negara. Dimana KASN merupakan lembaga nonstruktural yang mandiri bebas dari intervensi politik untuk menciptakan pegawai ASN yang profesional dan berkinerja, memberikan pelayanan secara adil dan netral, serta menjadi perekat dan pemersatu bangsa. Komisi ini beranggotakan 7 (tujuh) orang yang terdiri dari seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, dan 5 (lima) orang anggota.