Bacaini.ID, KEDIRI – Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengungkap serangan siber yang masif di Indonesia dalam tiga tahun terakhir.
Peningkatan serangan siber terjadi lebih dari 200%. Rekor serangan siber terjadi dalam enam bulan pertama di tahun 2025.
Sebanyak 3,64 miliar serangan siber terjadi dan angka tersebut hampir menyamai total serangan siber selama lima tahun.
Ancaman siber mencakup berbagai bentuk serangan digital yang bertujuan mencuri data, mengganggu operasional, hingga merusak sistem teknologi.
Serangan ini semakin beragam, berupa phishing, malware, hingga ransomware yang semakin canggih.
Mengapa Indonesia Jadi Target Utama Serangan Siber?
Dikutip dari IT Proxis, ada tiga faktor utama yang membuat ancaman siber di Indonesia semakin disorot, baik secara nasional maupun global:
• Ekonomi Digital yang Pesat
Menurut laporan Google & Temasek, nilai ekonomi digital Indonesia diproyeksikan mencapai $130 miliar pada 2025.
Potensi besar ini sekaligus menjadikan Indonesia sasaran empuk para pelaku kejahatan digital.
• Kesadaran Keamanan yang Rendah
Data ID-SIRTII menunjukkan hanya 28% perusahaan di Indonesia yang memiliki protokol keamanan siber memadai.
Banyak organisasi masih menganggap keamanan siber sebagai biaya tambahan, bukan investasi penting, sehingga sistem mereka rentan ditembus.
• Posisi Rentan di Peringkat Keamanan Siber
Laporan Interpol menempatkan Indonesia sebagai negara kedua paling rentan di Asia terhadap serangan siber.
Minimnya regulasi, keterbatasan SDM ahli, dan tingginya penetrasi internet membuat Indonesia kerap jadi sasaran cyber crime internasional.
Kombinasi ketiga faktor ini menciptakan situasi yang rawan, sehingga ancaman siber di Indonesia memerlukan perhatian dan penanganan serius.
Jenis Ancaman Siber yang Paling Sering Terjadi di Indonesia
Masyarakat dan perusahaan di Indonesia kini menghadapi berbagai bentuk ancaman digital. Beberapa yang paling umum antara lain:
• Phishing: Teknik penipuan digital dengan memanfaatkan psikologi korban, semakin sulit dikenali.
• Ransomware: Penyanderaan data, contohnya serangan LockBit, yang sempat melumpuhkan sejumlah perusahaan.
• Malware: Spyware hingga aplikasi ilegal yang diam-diam mencuri data login dan informasi sensitif.
• DDoS (Distributed Denial of Service): Serangan yang membuat layanan digital e-commerce maupun publik lumpuh.
• Kebocoran Data: Kasus seperti kebocoran data BPJS Kesehatan 2021 membuktikan lemahnya sistem penyimpanan data, yang kemudian diperjualbelikan di dark web.
Meningkatnya ancaman siber di Indonesia membutuhkan kewaspadaan baik pemerintah maupun masyarakat umum.
Selain melalui kebijakan yang sudah ada, seperti UU ITE maupun UU Perlindungan Data Pribadi, edukasi pada masyarakat dan keahlian karyawan dapat menjadi investasi teknologi keamanan agar tak menimbulkan kerugian ekonomi.
Penulis: Bromo Liem
Editor: Solichan Arif