Bacaini.ID, KEDIRI – Para ilmuwan telah mengetahui dari mana datangnya asteroid pemusnah dinosaurus. Asteroid selebar 10 km dari luar Jupiter itu menghantam Bumi 66 juta tahun lalu.
Sesuatu yang berukuran sangat besar itu menghantam Bumi di lepas pantai yang sekarang disebut Semenanjung Yucatán.
Benda itu diperkirakan berdiameter 10 hingga 15 kilometer, menimbulkan ledakan 90 juta megaton sekaligus menghasilkan gelombang kejut planet dan tsunami raksasa.
Berdasarkan teori terkemuka, peristiwa itu bertanggung jawab atas kepunahan dinosaurus secara massal. Yang masih jadi perdebatan hingga kini, apakah benda itu betul asteroid? atau komet?.
Sebuah studi mutakhir yang diterbitkan jurnal Science dan diulas thesun.co.uk, menyebut benda itu sebuah asteroid jenis karbon yang datang dari luar orbit Jupiter.
Penulis penelitian membuat kesimpulan setelah mempelajari isotop rutenium, unsur langka yang di dalamnya ada unsur golongan platina atau PGEs.
Rutenium adalah salah satu unsur paling langka di Bumi dengan 0,001 bagian per juta dan diyakini banyak terdapat di inti bumi. Kenapa lebih banyak berada di inti bumi?.
Hal itu lantaran ketika bumi terbentuk 4,6 miliar tahun lalu, yakni dengan bebatuan yang saling bertumbukan, lautan cairan menghancurkan sebagian besar bumi.
Rutenium juga terkandung di beberapa asteroid, terutama yang berasal dari luar Jupiter, tersimpan dalam tempat dingin. Seperti diketahui ada banyak puing di tata surya, sisa pembentukan.
Komet merupakan sisa-sisa debu dan es, sedangkan asteroid sebagian besar terdiri dari batuan. Seringkali ditemukan juga meteorit, atau pecahan batu kecil yang jatuh ke bumi.
Pemahaman para ilmuwan tentang komposisi asteroid sebagian besar berasal dari hal ini. Namun tidak semua asteroid terbuat dari bahan yang sama. Ada tiga kelas komposisi utama asteroid: tipe C (berkarbon); tipe S (berbatu); dan tipe M (logam).
Sidik jari kosmik Asteroid yang diyakini membunuh dinosaurus ini menghantam Bumi 66 juta tahun lalu antara era Kapur dan Paleogen yang dikenal sebagai batas K-Pg.
Meskipun para ilmuwan tidak dapat mempelajari asteroid lantaran telah hancur, namun mereka masih dapat mempelajari isotop yang tertinggal – dalam hal ini, rutenium.
“Jejak isotop yang kami ukur dapat dianggap sebagai semacam sidik jari,” kata penulis utama penelitian Mario Fischer-Gödde, yang juga ilmuwan dari Institut Geologi dan Mineralogi di Universitas Cologne, Jerman.
Para peneliti juga melakukan pengukuran dari lokasi di Eropa di mana ditemukan puing-puing dari peristiwa yang dikenal sebagai lokasi distal. Mereka menemukan bahwa isotop rutenium dari batas K-Pg sangat mirip dengan meteorit berkarbon.
“Semua hasil dengan jelas menunjukkan bahwa situs mana pun yang kita lihat, semuanya secara konsisten memberikan tanda isotop yang sama dari material asteroid tipe C,” kata Fischer-Gödde. “Jadi itulah mengapa kami cukup yakin akan hal ini,” tambahnya.
Makalah penelitian itu mengesampingkan kemungkinan adanya komet, tetapi Fischer-Gödde mencatat bahwa mereka belum mengumpulkan sampel dari inti komet. Fischer-Gödde juga melihat temuan ini secara filosofis.
“Itu benar-benar peristiwa yang langka dan unik, dan peristiwa ini kita dapat menyebutnya sebagai kebetulan kosmik, jika hal ini tidak terjadi, mungkin kami tidak akan duduk di sini,” ungkapnya.
Jika peristiwa jatuhnya asteroid ke Bumi tidak terjadi dan dinosaurus masih eksis, nenek moyang kita mungkin tidak akan pernah berani merangkak keluar dari guanya lantaran dimangsa dinosaurus.
Penulis: Bromo Liem
Editor: Solichan Arif