Bacaini.id, BLITAR – Seekor harimau Jawa (panthera tigris sondaica) tiba-tiba muncul di kawasan Jalur Lintas Selatan (JLS) Kabupaten Blitar Jawa Timur. Kabar yang dilengkapi dengan rekaman video raja hutan itu, sontak viral di media sosial.
Pengunggah video harimau Jawa yang menghebohkan itu diketahui bernama Tulus Rianto (53) warga Dusun Krajan Desa Tambakrejo Kabupaten Blitar. Saat ini yang bersangkutan telah dimintai keterangan aparat kepolisian.
Aparat Polsek Wonotirto Kabupaten Blitar memastikan kabar munculnya harimau Jawa di kawasan JLS adalah hoaks atau kabar bohong. Pengunggah video juga telah diminta melakukan klarifikasi.
“Sudah kami pastikan bahwa itu adalah hoaks, pengunggah video sudah kami mintai keterangan dan mengakui itu palsu atau tidak benar,” ujar Kapolsek Wonotirto AKP Supriadi kepada wartawan Kamis (18/4/2024).
Kabar tentang munculnya harimau Jawa di kawasan JLS diketahui relatif mudah dipercaya, yakni utamanya oleh masyarakat Blitar Raya. Kenapa demikian? Hal itu terkait erat dengan kawasan hutan Blitar selatan yang tersohor sebagai markas atau kerajaan harimau.
Terutama di wilayah Lodoyo, Kecamatan Sutojayan yang selama ini dikenal sebagai habitat berkembang biaknya harimau Jawa. Sejumlah sumber menyebut, tingginya populasi harimau di belantara Lodoyo Blitar sudah terkenal seantero pulau Jawa.
Penyusutan populasi harimau Jawa berlangsung pasca tahun 1860, yakni pada saat tradisi Rampogan Macan bergeser ke Jawa Timur. Sebelumnya tradisi Rampogan Macan dan Sima Mahesa diketahui berpusat di wilayah Yogyakarta.
Rampogan Macan merupakan tradisi masyarakat Jawa membinasakan harimau di dalam gelanggang pertempuran yang tidak seimbang. Di arena itu raja rimba yang menakutkan, dibantai.
Digambarkan bagaimana harimau dilepas ke tengah barisan laki-laki pilihan atau gandek yang terdiri dari 3-4 lapis barisan dengan formasi melingkar. Pada tangan mereka terhunus tombak panjang dengan posisi mengepung.
Di Jawa Timur, tradisi Rampogan Macan berlangsung di alun-alun Blitar dan Kediri. Pemerintah kolonial Belanda mendukung tradisi Rampogan Macan lantaran harimau dianggap sebagai hama yang harus ditumpas.
Imbasnya banyak harimau yang berasal dari hutan Lodoyo Blitar mati terbunuh. Sejarawan asing Peter Boomgard dalam Death to The Tiger menyebut, merosotnya jumlah harimau akibat populasi yang berkurang.
“Pada periode 1830-1860, jumlah harimau yang mati setiap tahun mencapai rata-rata 1.250 ekor. Pada tahun 1900, jumlah yang dibunuh dalam tradisi Rampogan Macan sebanyak 400 ekor”.
Seiring terus berkurangnya jumlah populasi harimau Jawa, yakni bahkan menuju punah, mulai tahun 1923 Rampogan Macan sebagai tradisi masyarakat Blitar dan Kediri menghilang dengan sendirinya
Dari sejumlah sumber yang dihimpun, pada tahun 1976, jumlah harimau Jawa hanya tersisa 3-5 ekor dan semuanya bertempat di suaka alam Meru Betiri, Jember, Jawa Timur. Mulai tahun 1980an, populasi harimau Jawa diasumsikan punah dan keberadaanya sulit dijumpai.
Namun kendati demikian, folklor atau cerita tutur mayarakat Blitar tentang keangkeran hutan Lodoyo dengan harimaunya, hingga kini masih terjaga dengan baik.
Penulis: Solichan Arif