Saat Jepang kalah perang, Kusni Kasdut bergabung ke dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR), cikal bakal TNI. Ia terlibat aksi pelucutan senjata tentara Jepang. Di Malang, Kusni turut memimpin penyerbuan gudang-gudang senjata, menggasak amunisi sekaligus membagikan ke sesama pejuang.
“Tidak terkecuali aset-aset vital. Kusni juga ikut merebut paksa”. Kusni Kasdut terlanjur dikenal berasal dari Blitar, yakni lahir di Desa Jatituri Kecamatan Sukorejo pada akhir 1929.
Terungkap kemudian, Kusni Kasdut bukan berasal dari Blitar, melainkan Patikrejo, Kabupaten Tulungagung. Ayahnya bernama Wonomejo, seorang petani biasa yang meninggal dunia karena sakit di saat Kusni Kasdut berusia enam tahun.
Kastun, ibu Kusni Kasdut kemudian memutuskan mengadu nasib ke Malang. Dalam perjalanan ke Malang, Kastun sempat singgah ke Jatituri Blitar untuk menitipkan Kuntring, saudara Kusni Kasdut beda ayah, kepada salah seorang teman sudah dianggap kerabat.
Di Malang, Kusni Kasdut bersama ibunya bertempat tinggal di sebuah rumah kontrakan di Gang Jangkrik, Wetan Pasar. Untuk menyambung hidup, Kastun berjualan pecel di teras rumah kontrakan.
Hidup di lingkungan yang keras Kusni tumbuh sebagai remaja laki-laki berperawakan kecil, tapi pemberani. “Bung Kusni” begitu sesama laskar pejuang kemerdekaan di Malang, memanggil.
Profilnya pemurung dan pendiam dengan sorot mata tajam. Kusni dikenal memiliki solidaritas sesama pejuang yang tinggi.
Perobekan bendera di Hotel Yamato…..