Bacaini.id, KEDIRI – Sepasang suami istri pembuat gula Jawa di Desa Nambakan, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri sukses mempertahankan usaha. Di tengah pukulan pandemi, mereka berinovasi membuat gula Jawa ‘tak wajar’ untuk mempertahankan pasar.
Jika gula Jawa pada umumnya berbentuk setengah batok kelapa, tidak dengan gula produksi Sri Wahyuni dan Guncoro. Pemilik rumah produksi UD Nira Sari ini memproduksi gula Jawa dalam aneka bentuk koin, mulai koin, batok tanggung, batok ceplik, bumbung, hingga kotak batangan seperti batu bata.
“Ide awal ketika suami saya minta dibuatkan kolak, tapi waktu itu saya malas karena menggunakan gula merah atau gula kelapa yang bentuknya separuh batok kelapa, terlalu besar dan mudah lembek. Padahal butuhnya juga tidak banyak,” kata Sri Wahyuni kepada Bacaini id, Jumat, 3 September 2021.
Dari situ muncul ide untuk membuat gula merah dan gula kelapa dengan ukuran yang lebih kecil, praktis dan ekonomis. Produk itu diberi merek Gula Aringga.
Karena bentuknya yang beragam, konsumen bisa memilih sesuai kebutuhan. Mereka juga tak perlu memotong gula ukuran batok kelapa hanya untuk memasak porsi kecil. Bentuk yang paling laku adalah kotak batangan dan koin.
Di masa pandemi ini banyak masyarakat yang berburu gula merah sebagai campuran rempah. Untuk itu Wahyuni mencoba membuat olahan baru, yakni gula rempah.
Proses pembuatan Gula Rempah sama saja dengan pembuatan gula merah dan gula kelapa. Hanya saja dicampurkan rempah seperti jahe, cengkeh, serai, kapulaga, kunyit dan kayu manis dalam pembuatannya.
“Awal masa pandemi itu kita sempat banjir orderan. Permintaan juga datang dari luar kota dan luar pulau. Bahkan paling banyak dari Ambon dan Papua,” terangnya.
Hasil produksi gula Aringga dijual dengan harga berbeda. Gula merah dan gula kelapa ukuran 300 gram dijual dengan harga Rp 6 ribu, 1 kilogram, Rp 12 ribu dan 10 kilogram seharga Rp 119 ribu. Sedangkan gula rempah dijual mulai Rp 20 ribu, Rp 50 ribu, Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta untuk kemasan 20 kilogram.
Gula Aringga juga melayani reseller dengan harga sedikit lebih murah. Harga yang disebutkan Wahyuni masih bisa berubah dan mungkin bisa lebih mahal. Karena hari ini beberapa bahan baku mengalami peningkatan harga.
“Sejak Idul Fitri kemarin kemarin omzet mulai anjlok, apalagi kena PPKM. Produksi berkurang dan mengurangi jumlah karyawan menjadi 9 orang saja. Sebelumnya ada 13 orang,” ungkapnya.
Penurunan jumlah pesanan juga cukup besar. Jika sebelumnya mereka bisa mengirim 32 ton dalam satu bulan, sekarang hanya 6 ton. Padahal kemampuan produksi mereka per minggu mencapai 8,5 ton.
Untuk kembali mendongkrak hasil produksi, UD Nira Sari memasarkan produknya melalui media sosial dan marketplace. Olahan Aringga ini menggunakan gula pasir dan gula rafinasi yang dapat mempertahankan tekstur sehingga tidak mudah lembek.
“Kita melayani eceran dan reseller. Alhamdulillah pelanggan masih ada, dari Surabaya, Jakarta, Kalimantan dan juga Papua. Tidak perlu khawatir, Gula Aringga ini awet sampai 6 bulan, maksimal 1 tahun dengan suhu ruangan,” tandasnya.
Penulis: Dilawati
Editor: Novira Kharisma
Videografer: Tiza
Tonton video: