Bacaini.id, KEDIRI – Tingginya isu kesehatan mental pada kalangan Gen Z ternyata memiliki alasan kuat. Berdasarkan penelitian University College London, tingkat depresi Gen Z dua pertiga lebih tinggi daripada millenial.
Hasil riset Pew Research Center menyebut sekitar 70 persen remaja dari berbagai ras, jenis kelamin, dan tingkat pendapatan keluarga, telah mengalami kecemasan dan depresi.
Bahkan dalam penelitian lain mengungkapkan bahwa sebagian besar negara menunjukkan Gen Z memiliki kesehatan mental yang buruk tanpa diketahui penyebab pastinya.
Survei lebih dari 42 ribu responden di 26 negara menyebut lebih dari sepertiga responden Gen Z mengaku menghabiskan waktu lebih dari dua jam sehari untuk menggeluti media sosial. Media sosial diakui mereka sangat memengaruhi kesehatan mental.
Berkaca pada buruknya kesehatan mental ini, ada baiknya Readers mulai melakukan beberapa langkah pencegahan masalah mental dengan memperbaiki kualitas hidup. Salah satunya dengan mendalami Stoikisme.
Stoikisme adalah salah satu aliran filsafat yang banyak mengajarkan pengendalian diri. Dengan memahami prinsip ini, Readers akan lebih mudah mengubah perspektif tentang hidup, lebih bisa menghadapi tantangan dengan sikap lebih bijaksana dan tenang.
Stoikisme mengajarkan fokus pada hal-hal yang benar-benar dapat kita kendalikan, seperti sikap, tindakan, dan pemikiran diri sendiri. Stoikisme sendiri diciptakan di Kota Athena, Yunani oleh Zeno dari Citium pada awal abad ke 3 sebelum Masehi.
Lebih lanjut, begini cara menerapkan Stoikisme dalam kehidupan sehari-hari:
Melepas Ikatan Emosional Pada Kebendaan
Pada intinya Stoikisme adalah paham yang mengajak kita untuk hidup lebih legowo. Melepaskan diri dari perasaan terikat pada kepemilikan.
Seorang penganut Stoikisme boleh menyukai sesuatu, tapi tidak pernah merasa terikat secara emosional. Begitu aturan mainnya. Menyadari semua yang kita miliki adalah fana, tak ada yang abadi.
Dalam Stoikisme kebahagiaan didapat dengan jalan membebaskan ukuran-ukuran yang bersifat kebendaan. Misalnya merasa bahagia apabila memiliki pekerjaan tertentu atau memakai fashion dengan brand tertentu.
Dalam pandangan Stoikisme, hal itu secara tidak langsung telah membuat ukuran-ukuran kebahagiaan untuk diri sendiri. Apabila ukuran itu tidak tercapai, yang terjadi adalah perasaan gagal, sedih dan depresi
Latih diri untuk memiliki tujuan hidup yang lebih berguna. Dimulai dari lingkungan terdekat, seperti memperbanyak aktifitas membantu orang, melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan sosial.
Bersyukur adalah mutlak!
Jangan sibuk menghitung-hitung kekurangan, meratapi keinginan-keinginan yang belum bisa tercapai, termasuk menyesali kegagalan.
Fokuslah kepada semua hal kecil yang sudah kita miliki. Bersyukurlah terhadap segala hal yang sudah Readers punyai.
Bersyukur diberi kesehatan, keluarga, pekerjaan. Bagi seorang penganut Stoikisme apapun harus disyukuri. Buang pikiran negatif yang bisa memengaruhi semangat.
Kontrol Pikiran dengan Meditasi
Belajar mengendalikan pikiran agar melihat segala sesuatu secara positif. Dengan begitu hidup akan terasa lebih tenang, terhindar dari stres serta ambisi berlebihan.
Telah disebutkan, Stoikisme berkaitan dengan fokus atau konsentrasi terhadap hal-hal yang bisa atau tidak bisa kita kendalikan.
Meditasi bisa membantu Readers bersikap lebih tenang, tidak gegabah, dan hanya berpikir tentang saat ini. Kibaskan jauh-jauh kekhawatiran pada masa depan atau kecemasan masa lalu.
Apabila masih merasa sulit untuk melakukan meditasi, Readers bisa belajar pada orang-orang yang sudah terbiasa melakukannya.
Semoga membantu ya Readers!
Penulis: Bromo Liem
Editor: Solichan Arif