Bacaini.id, BANYUWANGI – Alkisah pada zaman dulu terdapat sebuah kerajaan besar yang dipimpin raja adil dan bijaksana. Raja itu memiliki putra bernama Raden Banterang. Seorang yang gagah, tampan, dan baik hati.
Raden Banterang diceritakan gemar berburu ke dalam hutan. Didampingi para pengawalnya, dia bisa masuk ke dalam hutan hingga berhari-hari untuk berburu kijang.
Pada suatu ketika Raden Banterang melihat seekor kijang dan mengejarnya. Karena larinya terlalu cepat, dia terpisah dari pasukannya. Raden Bentarang masuk ke tengah belantara.
Saat tersesat di dalam hutan, Raden Banterang melihat sebuah sungai yang jernih. Dia turun dari kudanya dan meminum air tersebut. Tiba-tiba sesosok gadis cantik muncul.
Raden Banterang kaget. Dia tidak menduga ada wanita cantik di dalam hutan. Dengan sedikit takut, Raden Banterang bertanya pada gadis itu. “Siapa namamu? Kenapa engkau di dalam hutan ini,” tanyanya.
“Namaku Surti, aku berasal dari Kerajaan Klungkung. Aku di dalam hutan ini untuk menyelamatkan diri dari kejaran musuh yang telah membunuh ayahku,” kata gadis itu.
Mendengar cerita itu, Raden Banterang merasa kasihan dan mengajaknya pulang ke istana. Karena kecantikannya, Raden Banterang pun menikahinya.
Hingga suatu hari Putri Surti berjalan-jalan keluar istana. Dia bosan setelah ditinggal suaminya berburu ke dalam hutan.
Di tengah jalan Putri Surti mendengar suara seseorang yang memanggilnya. Spontan dia mencari sumber suara itu dan mendapati seorang pria berpakaian compang camping di jalan.
Namun setelah diperhatikan dengan teliti, dia terkejut bukan kepalang. Ternyata pria yang mirip pengemis itu adalah kakak kandungnya bernama Rupaksa.
Begitu mendengar kabar adiknya menikah dengan seorang pangeran, Rupaksa mendatanginya. Dia mengajak Putri Surti untuk membalas dendam atas kematian ayah mereka. Dan betapa kagetnya Putri Surti saat mengetahui siapa pembunuh ayahnya. “Suamimu lah yang telah membunuh ayah kita,” kata Rupaksa.
Karena telah mengikat janji setia kepada Raden Banterang, Surti menolak permintaan kakaknya untuk membunuh suaminya. Dia ingin tetap mengabdi sebagai istri kepada Raden Banterang.
Mendapat penolakan itu, Rupaksa memberikan ikat kepala kepada Surti, dan meminta menaruk di bawah bantal. Hal itu disanggupi Surti yang segera kembali ke istana. Dia memenuhi janjinya meletakkan ikat kepala di bawah bantal.
Waktu demi waktu berlalu. Raden Banterang tidak mengetahui pertemuan istri dan kakaknya.
Sampai pada suatu ketika Raden Banterang kembali berburu ke dalam hutan. Namun kali ini perjalanannya dihentikan oleh seorang pria berpakaian compang camping yang tak lain adalah Rupaksa.
Kepada Raden Banterang, Rupaksa mengatakan jika Surti memiliki niat untuk membunuh Raden Banterang. Sebagai bukti atas ucapannya, dia meminta Raden Banterang memeriksa di bawah bantal istrinya. “Dia menyimpan ikat kepala milik seseorang yang diminta membunuh Tuan,” kata Rupaksa.
Mendengar hal itu, Raden Banterang bergegas kembali ke istana. Dia segera memeriksa tempat tidur istrinya dan menemukan ikat kepala yang disampaikan Rupaksa. Saat itu juga Raden Banterang murka dan menyeret istrinya ke sebuah sungai yang keruh. Dia bermaksud menenggelamkan istrinya di dasar sungai.
Mengetahui alasan suaminya murka, Surti menjelaskan percakapannya dengan Rupaksa yang sebenarnya. Dia juga bersumpah untuk tetap setia kepada Raden Banterang hingga akhir hayat. Sayangnya penjelasan itu tak didengar Raden Banterang yang terlanjur murka.
Dengan pasrah, Surti menyerahkan hidupnya kepada Raden Banterang. “Suamiku, jika nanti setelah kematianku air sungai ini menjadi jernih dan berbau harum, berarti aku tidak bersalah. Namun jika aku berniat mencelakaimu, air sungai ini akan tetap keruh dan berbau busuk,” pesan Surti sambil menangis.
Raden Banterang yang tetap menganggap istrinya berbohong benar-benar menenggelamkan istrinya ke sungai. Dia juga mengambil keris dan menusukkan ke tubuh istrinya hingga bersimbah darah. Mayat Surti dibiarkan hanyut dibawa arus sungai.
Sesaat kemudian keajaiban terjadi. Air sungai yang keruh berubah menjadi jernih. Demikian bau busuk yang menyengat berubah menjadi harum. Seketika Raden Banterang menyesal dan menangis menyesali perbuatannya.
Sejak itu daerah tersebut dinamakan sebagai Banyuwangi yang bermakna banyu=air dan wangi=harum.*
Penulis: HTW
*)Diolah dari berbagai sumber
Tonton video: