Bacaini.ID, KEDIRI – Mahkamah Konstitusi menyidangkan gugatan pemberian dana pensiun kepada anggota DPR yang diajukan dua dosen dan lima mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII).
Mereka menilai pemberian dana pensiun yang diambil dari pajak rakyat seharusnya diperuntukkan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, bukan untuk anggota DPR dan keluarganya.
Sidang perdana yang digelar MK pada Senin, 27 Oktober 2025, menghadirkan para pemohon. Mereka adalah Ahmad Sadzali dan Anang Zubaidy, keduanya Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, serta mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia; Muhammad Farhan Kamase, Alvin Daun, Zidan Patra Yudistira, Rayhan Madani, dan Muhammad Fajar Rizki.
Para pemohon mengalami kerugian konstitusional sebagai dosen dan pendidik. Menurut mereka, dana pensiun anggota DPR akan lebih bermanfaat jika digunakan untuk kepentingan pendidikan, salah satunya untuk level perguruan tinggi.
Pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 yang mengatur pemberian dana pensiun dinilai merugikan hak konstitusional mereka. Sebab pajak yang dibayarkan para Pemohon semestinya dipergunakan untuk pemenuhan hak-hak dasar masyarakat dan pembangunan sarana prasarana umum yang bermanfaat pada masyarakat, dibanding dialokasikan kepada Pejabat Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara.
Para pemohon juga membandingkan pemberian dana pensiun untuk pimpinan dan anggota lembaga tinggi negara di Korea Selatan, Jepang, dan Singapura. Di sana pemberian dana pensiun merupakan hasil dari iuran atau potongan dari gaji pokok selama menjabat sebagai Pimpinan/Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara.
Hal ini dipandang tidak adil dibandingkan dengan skema pensiun di Indonesia yang didanai oleh APBN tanpa kontribusi yang memadai dari penerima. Akibatnya muncul anggapan jika tunjangan itu bagian dari pemborosan pajak rakyat.
“Besaran yang diterima jika dirata-ratakan hampir 42 kali lipat lebih besar dari upah minimum Jakarta sebesar Rp5.390.000. Dengan begitu banyaknya penghasilan yang didapatkan oleh DPR RI selama menjabat, ditambah lagi dengan dana pensiun yang diberikan sepanjang dimaknai seumur hidup menjadikan tidak seimbangnya antara hak individu dengan kepentingan yang lebih besar yaitu kesejahteraan masyarakat,” jelas Ahmad Sadzali, dikutip dari laman mkri.id.
Alasan lain adalah nilai kemanfaatan dari hak pensiun tersebut tidak tepat karena ada perbandingan masa kerja yang tumpang tindih dengan beberapa instansi lainnya. Seharusnya dana tersebut dapat dialokasikan ke dalam sektor-sektor produktif. Kerugian ini bersifat aktual dan potensial yang bisa dipastikan akan terjadi kemudian hari, karena mempengaruhi efektivitas pengalokasian dana yang seharusnya dapat memenuhi kebutuhan serta hak-hak dasar warga negara yang dijamin UUD NRI 1945.
Sidang pemeriksaan awal ini merekomendasikan pemohon untuk memperbaiki gugatan mereka. Ketua MK Suhartoyo memberi waktu 14 hari untuk menyempurnakan permohonan. Penulis: Hari Tri Wasono





