Bacaini.id, KEDIRI – Liliana masih berstatus sebagai siswi sekolah dasar milik perkumpulan Chung Hua Tsung Hui (CHTH) Kediri saat Gie Swie, papanya menjajakan pangsit mie.
Ia masih ingat, pada saat itu pedagang makanan keliling hanya punya dua cara menjajakan dagangan, yakni dipikul atau didorong dan Gie Swie memilih mendorong.
Gie Swie setiap hari mendorong gerobak berisi pangsit mie mengelilingi permukiman warga di wilayah timur Kota Kediri, atau yang akrab disebut kawasan etan kali.
Gerobak berisi pangsit mie itu dibawanya menyusuri ruas jalan protokol, jalan kampung, termasuk masuk ke gang-gang sempit. Gie Swie juga menyempatkan berhenti di kawasan pertokoan.
Di sela melepas penat, ia berharap pembeli akan datang. “Papa biasanya mangkal di depan sekolah Chung Hua Tsung Hui(CHTH) di jalan Doho Kota Kediri yang sekarang menjadi hotel Grand Surya,” kenang Liliana yang pada saat bercerita usianya 64 tahun.
Liliana diketahui bersekolah di lembaga pendidikan milik CHTH atau sekolah yang dikhususkan untuk orang-orang Tionghoa.
CHTH merupakan perkumpulan umum yang didirikan orang-orang Tionghoa yang sebagian besar bekas tawanan Jepang. CTTH memiliki afiliasi politik kepada Partai Guomintang atau Kuomintang Tiongkok.
Pasca Jepang menyerah kepada Sekutu, CHTH berpihak kepada kolonial Belanda, termasuk yang ada di Kota Kediri.
“Di sekolah milik CHTH saya berumur 12 tahun. Saya sekolah hanya sampai kelas enam, “tutur Liliana yang memiliki nama Tionghoa, Lim Sho Lien.
Melihat jejak kelahirannya, Liliana termasuk Kiau Seng atau peranakan. Begitu juga Gie Swie dan Tan Ju Nio, orang tuanya juga China peranakan.
Satu-satunya golonganHoa Kiau atau China totok adalah engkongnya (kakek). Liliana mengaku lahir dan tumbuh besar di Kota Kediri. Namun ia tidak ingat Gie Swie, papanya sejak kapan memulai usaha pangsit mie.
Yang ia tahu pada saat meletus peristiwa 30 September 1965 atau G30S PKI, Gie Swie tidak lagi menjajakan pangsit mienya lantaran toko-toko di Kota Kediri pada tutup. Begitu juga sekolah CHTH juga tutup.
Liliana masih ingat, anak anak Tionghoa sebayanya pada berhenti sekolah. Ada yang pindah ke sekolah umum. Ada yang bertahan menunggu sampai sekolah CHTH dibuka kembali.
Ada juga yang memutuskan tidak lagi melanjutkan sekolah, termasuk Liliana. “Saat itu saya naik kelas enam SD. Karena CHTH tutup, akhirnya tidak pernah lagi sekolah, “kenangnya.
Peristiwa G30SPKI diketahui tidak hanya berdampak pada CHTH. Perkumpulan Tionghoa lain juga kena getahnya. Salah satunya Persatuan Warga Tionghoa Turunan Indonesia (PERWITT) yang terbentuk di Kediri.
Juga PERWANIT (Persatuan Warga Indonesia Tionghoa) yang berdiri di Surabaya, dan Perserikatan Tionghoa Peranakan (PERTIP) yang berdiri di Makasar.
Menurut Liliana keluarganya tidak pernah tahu menahu dengan urusan politik. Sebab mereka merupakan keluarga pedagang. “Dari dulu kami tidak pernah ikut urusan politik. Kami hanya keluarga pedagang biasa, “ ungkapnya.
Pangsit Mie Garuda
Pangsit berasal dari kata Bian Shi atau dalam dialek Hokkian berbunyi Pian Sit. Sepeninggal Gie Swie, Liliana bersama Tan Ju Nio, ibunya yang melanjutkan usaha pangsit mie garuda.
Di Kota Kediri, pangsit mie garuda dikenal sebagai salah satu kuliner legendaris yang memiliki pelanggan turun-temurun hingga kini. “Setelah papah meninggal dunia, yang menggantikan jualan pangsit mie garuda ganti saya, “ kata Liliana.
Liliana merupakan generasi kedua yang meneruskan usaha kuliner keluarga. Yang ia tahu keluarganya dari dulu merupakan pedagang kuliner di Kediri. Mendiang engkongnya, yakni ayah Gie Swie adalah pedagang kue bulan.
Pada masa hidupnya, si kakek dikenang sebagai pedagang yang rajin menjajakan dagangannya dari klenteng ke klenteng. Begitu juga dengan Gie Swie, papanya, juga pernah berjualan wedang ronde.
Itu sebelum Gie kemudian berganti menjajakan pangsit mie. “Sebelum jualan pangsit mie garuda, papa pernah berjualan wedang ronde. Jualannya malam hari, “tutur Liliana.
Menurut Liliana, nama “garuda” diambil dari nama gedung bioskop Garuda Kota Kediri. Kebetulan gedung bioskop yang kemudian tutup itu berlokasi di depan rumah Gie Swie.
Lantaran lokasi yang berdekatan dengan gedung bioskop itu banyak orang-orang Kediri yang kemudian menyebut pangsit mie garuda. Sejak era Gie Swie hingga dilanjutkan Liliana, rasa pangsit mie garuda tidak berubah.
Di tengah bermunculannya varian kuliner mie di Kota Kediri, Liliana berharap usaha turun temurun itu bisa terus berlanjut dan lestari.
Penulis: Solichan Arif