Bacaini.id, KEDIRI – Riuhnya informasi yang berkelindan di media sosial acap kali mendistorsi fakta sebuah peristiwa. Dampaknya, masyarakat menjadi korban disinformasi yang memenuhi ruang informasi publik.
Prihatin dengan hal itu, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Korda Kediri menggelar Forum Group Discussion (FGD) yang melibatkan pegiat media sosial. Mulai dari jurnalis, akademisi, politisi, Kominfo, kepolisian, OJK, hingga para buzzer terlibat akfif dalam diskusi bertema Perspektif Hukum Pers dan Media Sosial.
Ketua IJTI Korda Kediri Roma Duwi Juliandi mengatakan fenomena buzzer yang belakangan mewarnai media sosial di Kediri telah menjadi perhatian banyak pihak. Eksistensi mereka makin kuat setelah otoritas daerah memanfaatkan para buzzer untuk mengkampanyekan program pemerintah.
“Tak jarang upaya para buzzer dalam menyuarakan kliennya ini bertabrakan dengan produk jurnalistik yang dibuat teman-teman,” kata Roma kepada Bacaini.id di Kedai Ewok, Jalan Kawi, Kediri, Sabtu 5 Juni 2021.
Dia mencontohkan sikap buzzer yang asal comot berita di salah satu media, untuk kemudian merepost (menyebarluaskan kembali) tanpa meminta izin atau mencantumkan sumber berita sangat berbahaya. Masyarakat menjadi bias dan tak bisa mengidentifikasi produk berita mana yang diproduksi oleh jurnalis dan buzzer. Lebih celaka lagi jika isi berita itu dipelintir sesuai dengan kepentingan pihak yang mengendorse.
Kritik terhadap kinerja buzzer disampaikan Rinno Hayu dari Aliansi Jurnalis Independen. Rinno mengatakan dominasi buzzer di media sosial menjadi potensi ancaman kebebasan pers, dimana penggiringan opini masyarakat lebih mudah dibentuk oleh informasi palsu. “Satu kebenaran yang disampaikan jurnalis menjadi tidak berarti ketika diserang 100 buzzer di media sosial,” kata Rinno.
Sementara itu sejumlah pegiat media sosial yang menyatakan diri sebagai buzzer di forum itu membantah ingin menyudutkan jurnalis. Mereka mengklaim sama-sama ingin memberikan informasi kepada masyarakat dengan perspektif berbeda.
“Kami mengapresiasi forum diskusi seperti ini, sekaligus menambah wawasan dalam bermedsos. Kalau saya lebih banyak jadi buzzer profiling, jadi bagus-bagusin seseorang,” kata salah satu buzzer.
Sementara itu Dewan Pakar Asosiasi Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (Askopis) Dr. Prilani M.Si. meminta jurnalis dan buzzer bisa mengutamakan kepentingan masyarakat. “Bagi media, ini jadi evaluasi juga untuk meningkatkan kualitas pemberitaan agar tidak ditinggalkan pembaca,” katanya.
Acara tersebut dihadiri juga anggota DPRD Kota Kediri Reza Darmawan, Kepala Kominfo Kota Kediri Apip Permana, dan perwakilan organisasi massa. (HTW)
Tonton video: