Bacaini.id, KEDIRI – Harga beras yang melambung masih juga menjadi keluhan masyarakat. Mereka yang pernah tumbuh pada masa pemerintahan sebelumnya, menilai harga beras saat ini tidak lazim.
Seumur-umur, kata mereka, baru kali ini harga beras melambung begitu tinggi. Kenyataannya, kebutuhan beras nasional sejak tahun 2023 telah meningkat hingga 22,64 juta ton.
Peningkatan pada tahun 2023 merupakan rekor tertinggi dalam lima tahun terakhir. Terungkap juga sebanyak 1,6 juta ton beras di antarannya didatangkan dari luar negeri (impor).
Yang perlu diketahui, masalah beras di tanah air bukanlah yang pertama. Pada masa Pemerintahan Presiden Soekarno atau Bung Karno, yakni antara tahun 1964-1965, masalah padi dan beras telah menjadi problematika nasional.
Produksi padi yang dihasilkan kaum tani tidak mampu lagi mencukupi kebutuhan penduduk yang jumlahnya terus bertambah. Pada tahun 1964 jumlah penduduk Indonesia sebanyak 103 juta jiwa.
Pada tahun 1965 populasi meningkat menjadi 105.450.000 jiwa. Untuk mengatasi persoalan ketahanan pangan, pemerintahan Soekarno memutar akal. Maka dibuatlah terobosan revolusioner.
Pemerintah menghidupkan sekaligus mengampanyekan bahan pangan alternatif. Beras bukan lagi satu-satunya makanan pokok rakyat, tapi ada jagung dan umbi-umbian serta ikan dan daging sebagai pilihan.
“Pemerintah telah mengambil suatu keputusan yang radikal revolusioner, yaitu merubah dari menu rakyat yang beras melulu, menjadi beras, jagung dan umbi-umbian,” demikian dikutip dari buku Masakan Indonesia Mustika Rasa.
Buku Mustika Rasa merupakan kumpulan resep masakan Indonesia warisan Soekarno. Upaya yang ditempuh pemerintah dalam membangun ketahanan pangan tidak berhenti disitu.
Lembaga Tekhnologi Makanan juga dipacu untuk menemukan sekaligus membuat makanan baru dengan bahan-bahan yang banyak dijumpai di Indonesia.
Soekarno berkaca pada negara-negara lain yang mampu mengolah bonggol terate dan rumput laut menjadi makanan rakyat. Sementara bahan pertanian di Indonesia yang bisa diolah menjadi makanan sehat, jumlahnya melimpah.
Pada bulan Mei 1964 pemerintah menggelar Seminar Gizi. Melalui bahan makanan yang melimpah ruah, kebutuhan gizi rakyat setiap tahunnya ditakar. Hasilnya dibuatlah pedoman kebutuhan karbohidrat setiap penduduk per tahun.
Dalam setahun setiap penduduk dihitung membutuhkan 82,1 kilogram beras. Sebagai ganti adalah 45,6 kilogram jagung per tahun yang dinilai setara dengan beras atau umbi-umbian sebanyak 18,3 kilogram. “Produksi bahan makanan harus disesuaikan dengan pedoman menu rakyat”.
Seiring dengan semua itu, pada tahun 1965 Soekarno menargetkan produksi padi bisa mencapai 20,50 juta ton per tahun. Kemudian jagung pipilan sebanyak 6,40 juta ton per tahun dan umbi-umbian basah 15 juta ton per tahun.
Golongan umbi-umbian yang dimaksud di antaranya ubi kayu, ubi jalar, talas, uwi, suweg, garut, ganyong, kentang, dan kentang hitam.
Dalam mengatasi persoalan ketahanan pangan Presiden Soekarno berusaha mewujudkan ekonomi berdiri di atas kaki sendiri (Berdikari), khususnya di bidang pangan.
Penulis: Solichan Arif