Bacaini.ID, KEDIRI – Tan Malaka dieksekusi tentara Batalyon Sikatan Brigade 2 Divisi I Jawa Timur di kawasan perbukitan Selopanggung Kecamatan Semen Kabupaten Kediri.
Banyak catatan sejarah yang mengungkap tragedi kebangsaan itu. Yang tidak banyak terungkap adalah perjalanan asmara Tan Malaka.
Bapak Republik asal Minang itu pernah menjalin asmara dengan sejumlah perempuan meski akhirnya gagal naik pelaminan.
Lantas siapa para perempuan yang beruntung itu?.
Dikutip dari berbagai sumber, cinta pertama Tan Malaka ditambatkan kepada Syarifah Nawawi, teman seangkatan di Kweekschool Bukitinggi.
Kweekschool merupakan sekolah guru pada masa pemerintahan Hindia Belanda, yang memakai bahasa Belanda sebagai pengantar.
Tan diketahui diam-diam sangat mencintai Syarifah. Hanya saja di saat yang sama ia menghadapi pilihan yang rumit: menerima gelar datuk atau menikahi gadis pilihan keluarga.
Gelar datuk merupakan gelar kehormatan yang selalu ditentangnya. Namun demi cintanya kepada Syarifah Nawawi, ia terpaksa mengambil gelar itu.
Artinya Tan Malaka tidak jadi menikah dengan gadis yang dipilihkan keluarga. Sayang, ujian kembali datang. Tan harus melanjutkan pendidikan ke negara Belanda.
Dari jarak yang jauh, Tan Malaka berusaha menjaga hubungan dengan cara berkirim surat. Hingga suatu ketika Tan menuangkan seluruh isi hatinya.
Sayang, Syarifah Nawawi menolak cinta Tan Malaka. Ia memilih dipinang Bupati Cianjur RAA Wiranatakoesoema yang telah beristri dua dengan lima anak.
Namun pernikahan yang baru berumur 8 tahun itu ternyata tidak berjalan mulus. Pada tahun 1924, Syarifah Nawawi dicerai suaminya.
Mendengar kesedihan Syarifah yang hidup menjanda, Tan Malaka kembali datang menghampiri dan menyatakan pinangannya.
Namun cinta Tan kembali bertepuk sebelah tangan. Syarifah Nawawi menyatakan tidak bersedia dan sejak itu Tan memutuskan pergi.
Tan Malaka tidak mau terjebak dalam suasana kesedihan yang berlarut-larut. Ia memilih mengubur masa lalunya dalam-dalam.
Di Negeri Belanda Tan Malaka berkenalan dengan Fenny Struyvenberg, gadis lokal mahasiswi kedokteran. Hubungan keduanya cukup dekat.
Fenny diketahui sering mengunjungi rumah Tan Malaka bertempat tinggal. Sayang, hubungan itu tidak berlanjut tanpa alasan yang jelas.
Pada tahun 1927 Tan Malaka diketahui telah meninggalkan Belanda dan berada di Manila, Filipina. Sebagai aktivis revolusioner kiri namanya banyak dicari untuk ditangkap.
Karenanya ia berganti-ganti nama alias dan tidak henti-henti melakukan penyamaran. Di Manila Tan Malaka memakai nama Elias Fuentes.
Untuk yang ketiga kalinya ia kembali dekat dengan perempuan yang jadi dambaan hati. Namanya Carmen, putri seorang rektor Universitas di Manila yang juga seorang pejuang.
Tan belajar banyak bahasa Tagalog dan berusaha menyesuaikan diri dengan kehidupan sosial masyarakat Filipina.
Lagi-lagi hubungannya kandas. Tan Malaka ditangkap intelijen Amerika Serikat dan dideportasi dari Filipina. Tan memutuskan melanjutkan perjuangan ke Tiongkok.
Pada tahun 1942, Tan Malaka kembali ke tanah air, namun hingga tahun 1945 ia menjalani hidup secara klandestin dan penuh misteri.
Namanya banyak diperbincangkan para aktivis pergerakan tanah air. Namun sosoknya yang misterius menjadikannya antara fakta dan mitos.
Di tengah situasi jelang kemerdekaan Indonesia, Tan Malaka diam-diam menjalin hubungan asmara dengan Paramitha Abdurrahman, keponakan Ahmad Soebardjo.
Tan terpikat dengan kepiawaian Paramitha dalam memainkan piano. Banyak yang membincang hubungan keduanya, bahkan tidak sedikit yang menyangka telah bertunangan.
Namun hubungan asmara itu nyatanya tidak sampai naik ke altar pelaminan.
Dikutip dari buku Tan Malaka Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia Jilid IV. Pada 21 Februari 1949, Tan Malaka gugur dalam perjuangan di wilayah Kabupaten Kediri.
Peluru tentara Batalyon Sikatan Jawa Timur Letnan Dua Soekotjo perwira staf bawahan Sukaji Hendrotomo, mengakhiri hidupnya.
Penulis: Solichan Arif