Bacaini.id, KEDIRI – Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum kembali muncul di depan publik. Anas telah selesai menjalani vonis hukuman penjara 9 tahun lebih 3 bulan di Lapas Sukamiskin Bandung, Jawa Barat.
Secara hukum kasus Anas telah rampung. Perkara korupsi proyek Hambalang yang menjeratnya telah inkracht atau memiliki kekuatan hukum tetap. Namun secara keadilan, kata Anas semua itu belum selesai.
Anas Urbaningrum bersikukuh dirinya tidak pernah melakukan kejahatan seperti yang didakwakan, dituntutkan, maupun yang divoniskan hakim kepadanya.
“Keyakinan lahir batin sampai kapanpun bahwa saya tidak pernah melakukan kejahatan seperti yang didakwakan itu, dituntut itu, dan divonis itu. Vonis itu sudah inkracht secara hukum tapi tidak inkracht secara keadilan,” tegas Anas melalui channel youtube Akbar Faizal Uncensored Senin (27/11/2023).
Anas terlihat lebih segar. Kecuali kerutan dan uban yang terlihat makin banyak tumbuh di sana-sini, secara umum penampilan pria kelahiran Srengat Kabupaten Blitar Jawa Timur itu, tidak banyak berubah. Terutama retorika dan gaya komunikasinya.
Ia tetap tenang dan rapi dalam menyusun kalimat dan memilih kata. Anas mengenakan rompi berlogo gambar PKN (Partai Kebangkitan Nusantara), yakni partai politik yang disiapkan para loyalisnya.
Saat ini Anas Urbaningrum telah resmi menjadi ketua umum PKN. Sebagai sahabat lama, Akbar Faizal mengaku sudah lama menunggu datangnya momentum ini, yakni momen di mana Anas akan bersedia blak-blakan, membeberkan kasus yang sampai kini masih diselimuti misteri.
“Namanya konco lawas, teman lama, tentu nunggunya agak lama. Biar nikmat obrolannya,” kata Anas santai.
Sejarah politik Indonesia mencatat. Peristiwa politik hukum yang menjerat Anas Urbaningrum terjadi pada saat karir politiknya bertengger di puncak. Perkara terjadi pada saat ia menahkodai Partai Demokrat, yakni parpol pemenang pemilu kala itu.
Berangkat dari keyakinannya tidak melakukan kejahatan yang dituduhkan. Anas membuat tantangan terbuka agar semuanya terang benderang. Ia siap berdebat, berdialog atau berdiskusi terbuka, mengkaji seluruh peristiwa dan latar belakang yang melingkupi perkara yang menderanya.
“Biar publik tahu. Artinya ini forum intelektual, tidak mempengaruhi proses hukum karena sudah selesai,” katanya.
Anas meyakini keadilan absolut adalah keadilan yang datangnya hanya dari yang Maha Kuasa. Sebagai penegasan keyakinan. Selain debat terbuka, ia juga mengajak pihak yang telah menyidik, menuntut maupun yang menjatuhkan vonis terhadapnya, untuk melakukan pertaruhan spiritual.
Anas menantang mubahalah atau sumpah kutukan. Ia mengakui mubahalah memang tidak memiliki mekanisme hukum, namun buatnya hal itu akan menegaskan keyakinannya.
“Kalau Pak Akbar (Akbar Faizal) jadi panitianya untuk mubahalah, kapan saja sangat siap,” tegasnya.
Anas Urbaningrum berpandangan orang yang dihukum belum tentu bersalah. Meski mekanisme hukum telah dijalankan dan vonis dijatuhkan, yang bersangkutan belum tentu bersalah.
Ia mengaku menemukan hal itu pada kasus lain dan orang lain. Sebaliknya orang yang tidak dihukum atau diproses hukum atau dihindar-hindari proses hukum, kata Anas belum tentu tidak bersalah.
Anas tidak sedang melontarkan sindiran secara spesifik. Ia hanya ingin menyampaikan pesan moral bahwa pada saat berkuasa hendaknya seseorang tidak menggunakan kekuasaan untuk memperalat atau menjadikan hukum sebagai perkakas untuk menghajar lawan politik atau pesaing politik.
“Itu bukan peradaban hukum, bukan peradaban demokrasi. Itu dunia barbar saya kira,” pesan Anas.
Baginya sebuah pertandingan politik hendaknya dilakukan secara kstaria, berhadap-hadapan langsung terbuka. Tidak ada acara main belakang, yakni memakai peralatan lain yang bernama kekuasaan.
Namun logika kekuasaan terkadang telah mengundang niat dan keinginan menggunakan kekuasaan demi kekuasaan lebih besar, lebih jauh, lebih panjang dan lebih lama. Hal itu merupakan tantangan terbesar dalam koridor demokrasi.
Menurut Anas, episode pahit getir yang terjadi padanya, cukuplah berhenti pada dirinya saja. Ia tidak berharap dinamika yang tidak indah itu menimpa generasi berikutnya.
Ia mengaku sengaja menyampaikan pesan itu agar politik di tanah air ke depan lebih sehat. “Pelajaran pahit itu betul-betul jangan terjadi pada orang lain lagi. Cukup Anas saja. Sampai di situ aja,” ungkapnya.
Tidakkah ada niat bertemu Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY? Atau kalau bertemu Presiden RI ke 6 itu, apa yang ingin disampaikan Anas Urbaningrum?
Ditanya soal itu, Anas dengan cekatan berkelit. Ia mengatakan masih ingin menikmati bakso Sukowati, yakni bakso di kawasan Cikeas Bogor yang diketahui sebagai langganan favorit keluarga SBY.
Anas berdalih menikmati bakso Sukowati adalah bagian dari merekonstruksi pengalaman kecil di sekitarnya. “Saya ingin menikmati bakso Sukowati dulu lah. Ya bakso Sukowati dulu, itu bagian dari rekonstruksi pengalaman kecil di sekitar situ,” tuturnya.
Kendati demikian, Anas mengatakan peristiwa pahit masa lampau yang mendera dirinya, secara pribadi telah usai. Ia menegaskan, sejengkal ruang hidupnya terlalu mahal untuk menyimpan dendam atau membenci kepada siapapun.
Anas menambahkan, dirinya tidak sedang mengincar siapapun maupun menyebut siapapun. Baginya konteks pribadi sudah selesai. “Itu prinsip buat saya. Konteks pribadi sudah selesai. Pahit getir biar jadi monument yang jadi pelajaran,” ungkapnya.
Penulis: Solichan Arif