SEBUAH poster ucapan ulang tahun Pramoedya Ananta Toer meluncur di media sosial instagram. Dalam arsir komikal, Pram duduk bersarung warna merah. Berpeci hitam, jari kiri menjepit sebatang kretek, dengan badan terbungkus kaos putih bertuliskan Sonic Youth.
Di sebelahnya tampak sebuah toples kaca lawas, teko, serta cangkir seng bercat blirik tentara. Pram tersenyum lebar. Seolah menyambut tulisan di atas kepalanya: Selamat Hari Lahir Pramoedya Ananta Toer (6 Februari 1925- Abadi).
Apa hubungannya Pram dengan Sonic Youth?. Sonic, grup musik aliran punk rock asal New York, Amerika Serikat, yang baru lahir (1981) setelah dua tahun Pram menghirup udara bebas (Pram bebas dari Pulau Buru tahun 1979).
Pram sendiri anti Amerika beserta sekutunya. Yang terang terangan ikut mengobarkan propaganda : Amerika kita setrika, Inggris kita linggis. Kendati demikian, di saat yang sama Pram juga menggandrungi Steinbeck (John Steinbeck), Saroyan (William Saroyan), Koestler (Arthur Koestler), mengagumi Hemingway (Ernest Hemingway).
baca ini Kisah Sayembara KH Hasyim Asyari di Pondok Kapurejo
Para penulis Amerika kesohor. Bahkan saat terjadi pemberangusan segala macam simbol budaya Paman Sam dan Inggris, termasuk vinil musik “Ngak Ngik Ngok” The Beatles di jaman demokrasi terpimpin, konon Pram diam diam menyelamatkan beberapa karya Hemingway.
Pramoedya lahir 6 Februari 1925 di Blora, Jawa Tengah. Sebuah kabupaten yang pada kekinian terkenal dengan sate sapi dan komunitas Saminnya. Daerah penghasil kayu jati terbaik di tanah Jawa, sekaligus pengolah minyak bumi di sebuah kecamatan bernama Cepu.
Tanah yang menyemaikan sederet tokoh “pemberontak” macam Mas Marco Kartodikromo, Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo, Tirto Adhi Suryo, Aryo Penangsang.
“Saya lahir pada tanggal 6 Februari 1925. Saat itu masih zaman kolonial. Tapi gerakan pendukung revolusi berkembang hingga titik puncaknya,” kata Pram dalam Saya Ingin Lihat Semua Ini Berakhir, Esai dan Wawancara dengan Pramoedya Ananta Toer (2008).
baca ini Legenda Pohon Beringin di Belakan Kediri Mall
Pram lahir pada hari Jumat. Untuk menaruh harapan patriotiknya, sang ayah memberi nama putra sulungnya, Pramoedya yang kelak betul betul berjiwa patriot. Pramoedya berarti yang pertama dalam peperangan (Ideologi Saya Adalah Pramis hal : 15).
Di Watverdwenenis Verhalenuit Blora atau Cerita dari Blora (1952), Pram melukiskan bagaimana orang orang di tempat kelahirannya Blora, mencontoh gerakan Swadesi di India. Mereka kembali memakai pakaian dan sandal pribumi yang murah. Memberikan kursus kursus, memerangi buta huruf dan meningkatkan pengetahuan umum.
Klub klub didirikan untuk mempelajari budaya sendiri. Namun kolonialisme telah memporak porandakannya. “Pemerintah kolonial segera saja menghabisi semua itu, antara lain dengan melarang para ambtenar menyekolahkan anak anaknya di sekolah partikelir”.
baca ini Tjoa Jien Hwie Pendiri Gudang Garam Yang Dekat Dengan Pekerjanya
Meski tulisan tulisannya selalu memihak kaum tertindas, Pram tidak datang dari keluarga proletar atau marhaen. Pram yang di masa kecil memiliki panggilan Mamuk, tumbuh dari lingkungan keluarga feodal. Ibunya datang dari keluarga tajir yang ia gambarkan, menyentuh sapu untuk membersihkan lantai saja, dilarang.
Sementara ayahnya seorang pendidik yang berhaluan politik kiri nasionalis. Di daerah Jetis, Blora, penduduk setempat, yakni terutama murid murid sekolah, memanggil ayah Pram dengan sebutan Meneer Toer. Sedangkan ibunya dipanggil Ndara Toer.
“Ayah saya adalah Ketua Partai Nasional Indonesia (PNI), ia juga ketua kehormatan gerakan Pramuka Indonesia,” tutur Pram dalam Saya Ingin Lihat Semua Ini Berakhir, Esai dan Wawancara dengan Pramoedya Ananta Toer.
Dari ayahnya yang berwatak keras, Pram belajar banyak tentang konsistensi dalam bersikap. Ia juga belajar soal pandangan liberal. Konsistensi itu yang membuatnya tidak bergeming, meski rezim Suharto tanpa proses pengadilan membuangnya ke Pulau Buru (1969-1979).
Di pengasingan, lahir Nyanyi Sunyi Seorang Bisu (Jilid I dan II). Lahir tetralogi Pulau Buru (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, Rumah Kaca), Arus Balik, Arok Dedes, Mangir, Gadis Pantai, Panggil Aku Kartini, Mata Pusaran (Hilang dibawa militer) dan sebagainya.
baca ini Kisah Gus Maksum Pendekar Rambut Api dari Lirboyo
Seluruh anak rohani yang lahir di tangannya adalah manifestasi perlawanan terhadap rezim penindas orde baru. “Saya menciptakan sosok Nyai Ontosoroh. Itu terjadi sewaktu para penjaga batalion Patimura membunuh sebelas tawanan sekaligus. Mereka sangat kejam. Kondisi mental para tawanan menurun hingga mencapai titik terburuk,” kata Pram (Saya Ingin Lihat Semua Ini Berakhir, Esai dan Wawancara dengan Pramoedya Ananta Toer).
Kembali lagi. Apa hubungannya Pramoedya Ananta Toer dengan Sonic Youth?. Tentu saja, Pramoedya tidak pernah berpogo di gigs, yang bergerak liar sembari sikut sikutan layaknya punker. Lagi pula saat Sonic Youth lahir, usia Pram sudah 56 tahun. Sebelah telinganya tuli karena dipopor bedil tentara.
Kalau 30 April 2006 tidak tutup usia, hari ini ia berumur 96 tahun. Mungkin benang merah persamaan Pram dengan Sonic Youth ada di semangat kemandirian Do it Yourself (DIY) yang diusung para penganut aliran punk rock. Pram sangat menjunjung kemandirian. Memuja spirit berdikari, pekerja keras, yang itu banyak ia peroleh dari ibunya.
“Jadilah majikan atas dirimu sendiri. Jangan makan keringat orang lain, makanlah keringatmu sendiri. Dan itu dibuktikan dengan kerja”. Selamat ulang tahun Pramoedya Ananta Toer. Karyamu abadi.
Penulis: Garendi