Kirana tak pernah menginginkan menjadi seorang indigo. Dia bahkan sangat tersiksa dengan kemampuannya melihat makhluk halus.
Ketika ditanya sejak usia berapa dirinya bisa melihat makhluk halus, gadis yang tinggal di Desa Doko, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri ini mengaku tak tahu. Namun dia mulai sering dijumpai makhluk halus sejak duduk di bangku sekolah dasar. “Kalau bisa meminta, saya berharap tidak bisa melihat mereka (makhluk halus),” kata Kirana kepada Bacaini.id, Sabtu 2020.
Perjumpaan Kirana dengan makhluk halus pertama kali terjadi di rumahnya. Kala itu dia sedang bersiap tidur ketika tiba-tiba terlihat seorang perempuan melintas di luar kamar. Perempuan itu bukan wanita biasa. Wajahnya kosong alias tak ada struktur mata, hidung, mulut dan lainnya. Rata seperti kulit biasa.
Perempuan itu melambaikan tangan pada Kirana. Tanpa rasa takut, Kirana kecil mendatangi dan mengikutinya menuju tempat sholat. Di sana perempuan itu tak terlihat lagi. “Saya kembali ke kamar dan baru menangis ketakutan,” katanya.
Celakanya, meski ketakutan, perjumpaan dengan makhluk halus itu mengawali interaksinya dengan makhluk lainnya. Mulai sosok perempuan, kakek tua, nenek tua, hingga pocong pernah ia jumpai di berbagai tempat.
Namun uniknya, Kirana tak bisa membuat dirinya sengaja bertemu mereka. Makhluk halus itu terlihat begitu saja secara spontan dan membuatnya kaget. Tak jarang Kirana sangat ketakutan usai melihat mereka.
“Saya pernah berkonsultasi dengan ahli indigo. Dia bilang kemampuan saya bisa diasah dan dilatih agar bisa sengaja melihat mereka. Jelas saya tidak mau,” katanya.
Namun kemampuan itu tak hilang begitu saja. Meski berusaha keras untuk tidak melihat, namun hingga kini dia masih kerap berinteraksi. Hal ini tak hanya membuat Kirana ketakutan, tetapi juga orang di sekitarnya. Mereka yang tahu Kirana indigo ikut ketakutan saat menunjukkan reaksi berbeda di suatu tempat. Akibatnya Kirana diminta tak boleh berkomentar atau memberitahukan jika menjumpai hantu.
“Tapi kadang saya spontan dan tak bisa menahan untuk tidak berbicara. Seperti saat saya melihat ada anak kecil bergelayutan di kaki saudara laki-laki saya, spontan saya tanya siapa anak itu. Ternyata hanya saya yang melihat. Dan kakak saya cerita kalau beberapa hari kakinya terasa berat dan sudah minum obat,” kisah Kirana.
Dia juga memiliki pengalaman melihat banyak makhluk halus dalam jumlah banyak. Kisah ini terjadi beberapa hari setelah Gunung Kelud meletus. Saat itu Kirana dan adiknya bermaksud main ke Malang dengan berboncengan motor.
Saat tiba di perbatasan Kasembon perjalanan mereka dihentikan warga karena jalur ke sana ditutup. Keduanya diminta berputar melalui Selorejo. Karena terlalu jauh, Kirana dan adik perempuannya nekat menerobos jalur yang masih dipenuhi pasir dan batu. Tak ada yang melintas malam itu selain dua kakak beradik perempuan ini.
Kirana mendapati pemandangan aneh selama perjalanan itu. Di malam yang sepi itu, dia justru melihat banyak sekali orang di sepanjang jalan menuju Kasembon. Mereka ramai-ramai melakukan aktivitas membersihkan jalan.
“Tanpa sadar arah sepeda motor saya zig zag karena menghindari orang-orang yang membersihkan jalan. Sampai adik saya menegur kenapa jalannya zig zag. Baru sekali itu saya melihat makhluk halus banyak sekali,” kata Kirana.
Kini meski masih takut, Kirana mulai membiasakan diri dengan pandangannya. Dia juga berusaha tidak berkomentar saat melihat mereka agar orang di sekitarnya tidak takut. Kirana berharap suatu saat kemampuan itu akan hilang dan menjalani kehidupan normal.
Lebih Cerdas dan Pembangkang
Konsep indigo pertama kali dikemukakan oleh cenayang Nancy Ann Tappe pada tahun 1970-an. Nancy mengemukakan pemikirannya soal indigo dalam sebuah buku berjudul “Understanding Your Life Through Color” (Memahami Hidup Anda Melalui Warna).
Dalam buku itu Nancy menceritakan bahwa fenomena indigo sudah ia jumpai sejak pertengahan tahun 1960-an. Menurutnya ada anak-anak tertentu yang lahir dengan kemampuan itu.
Konsep soal indigo makin populer setelah sebuah konferensi internasional untuk anak indigo digelar pada tahun 2002. Konferensi di Hawaii ini diikuti lebih dari 600 orang dari berbagai negara. Sejak itulah kampanye soal indigo gencar dilakukan termasuk melalui film.
Beberapa pakar menyebut anak indigo cenderung tidak memiliki performa yang baik di sekolah karena menolak mengikuti aturan. Namun mereka lebih pintar meski kurang tanggap terhadap disiplin. Kadang mereka juga memiliki rasa bersalah yang berlebihan, ketakutan atau manipulasi. (HTW)