Bacaini.ID, KEDIRI – Berkat sate maranggi Alfan Musthafa, chef asal Indonesia meraih gelar bergengsi sebagai Queensland Professional Chef of the Year 2025 di Australia.
Di tangan Alfan, rasa sate maranggi yang merupakan menu tradisional disesuaikan dengan selera lidah warga lokal.
Lomba yang digelar sebagai bagian acara tahunan Food & Hospitality Queensland (FHQ). Ajang tahunan itu sekaligus mengangkat nama Alfan Musthafa dan Warisan, bisnis restoran asia-nya di Brisbane, Australia.
Kemenangan tersebut juga membuat publik Australia penasaran dengan menu sate maranggi yang merupakan sate khas Sunda.
Seperti diketahui sate maranggi menjadi salah satu menu sate dari Indonesia yang memiliki sejarah unik, baik dari penamaan maupun asal-usulnya.
Baca Juga:
- Kopi Campur Nasi, Tren Baru Gen Z yang Bernama Bapmericano, Berani Coba?
- Cerita Mangut Lele yang Bikin Ngiler Megawati Setiap ke Blitar
- Hidden Gem di Blitar, Wisata Alam yang Belum Tersentuh Orang Luar
Sejarah Sate Maranggi, Limbah Daging di Peternakan
Berbeda dengan sate maranggi olahan chef Alfan Musthafa yang terbuat dari daging pilihan, asal-usul sate maranggi justru berasal dari sisa-sisa daging potongan peternakan domba di Kecamatan Plered, Purwakarta, Jawa Barat.
Dikutip dari Dinas Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Purwakarta, konon sate maranggi merupakan hasil kreasi para pekerja peternakan yang hanya bisa makan daging domba dari sisa-sisa potongan yang harusnya dibuang.
Dengan bahan baku seadanya, para pekerja peternakan tersebut mengolah daging sisa menjadi masakan yang awet dan lezat.
Potongan-potongan kecil daging domba mereka rendam dalam racikan rempah-rempah dengan menambah sedikit gula aren.
Tujuan awalnya sebenarnya agar daging tidak lekas membusuk, namun hasilnya selain lebih tahan lama, daging jadi lebih lezat dengan citarasa yang khas.
Resep racikan daging ini kemudian menyebar secara getok tular di masyarakat sekitar peternakan. Bumbu rendaman daging domba ini menjadi resep andalan warga sekitar.
Beberapa warga setempat pun mendirikan usaha warung sate domba dengan resep tersebut.
Pada awal maraknya usaha warung sate di kawasan tersebut, belum ada penamaan khusus. Hingga kemudian, terdapat satu usaha warung sate yang paling terkenal di Kecamatan Plered, milik seseorang bernama Mak Anggi.
Seiring berjalannya waktu, penyebutan ‘sate mak anggi’ menjadi ‘sate makanggi’. Dan tidak jelas sejak kapan, ‘makanggi’ lebih sering diucapkan sebagai ‘maranggi’.
Dari plesetan nama inilah, akhirnya sate domba khas Purwakarta ini mendapatkan namanya hingga kini, sate maranggi.
Uniknya, sate maranggi memiliki banyak versi resep yang dikembangkan sendiri oleh para penjualnya menyesuaikan lingkungan setempat yang akhirnya memperkaya lanskap gastronomi Jawa Barat khususnya pada sate maranggi.
Seperti yang dilakukan Chef Alfan Musthafa pada menu sate maranggi olahannya yang menyesuaikan lidah Australia, sate maranggi di tempat asalnya pun demikian.
Masing-masing wilayah memiliki kekhasan sendiri. Meskipun resep dasar yang digunakan sama: daging domba, rempah, gula aren, namun penyajiannya bisa berbeda-beda.
Sate maranggi Cibungur, dikenal menggunakan sambal tomat sebagai pelengkap. Sementara sate maranggi Wanayasa, menggunakan sambal oncom dan ketan bakar sebagai pengganti nasi.
Penulis: Bromo Liem
Editor: Solichan Arif





