Bacaini.ID, BLITAR – Lawan utama daripada kaum tani di Indonesia adalah para tuan tanah dan feodalisme. Kemudian pejabat pemerintah yang bersekutu dengan kepentingan pemodal asing.
Meski sudah ada aturan menyelesaikan sengketa tanah dengan jalan perundingan, para pejabat pemerintah masih kerap memakai cara-cara kekerasan kepada kaum tani.
Juga cara-cara agitasi dan intimidasi dengan tujuan penggembosan, yang itu dilakukan oleh anasir-anasir kontra kaum tani yang sengaja disusupkan.
Dipropagandakan aksi kaum tani terlalu radikal. Aksi kaum tani tidak bisa dipertanggungjawabkan. Aksi kaum tani menimbulkan anarki.
Baca Juga: Cerita Singkong Mukibat Asal Kediri, Warisan Gerakan 1001 Barisan Tani
Menurut pimpinan Barisan Tani Indonesia (BTI) Asmu Tjiptodarsono, golongan buruh tani dan tani miskin merupakan golongan terbesar di desa.
Namun paling menderita mengalami penindasan dan penghisapan tuan tanah. Kekurangan tanah, bahkan tidak memiliki tanah.
Sebagai tulang punggung front persatuan tani anti feodal di desa, mereka tidak berhenti berjuang melawan feodalisme tuan tanah.
Bagi golongan buruh tani dan tani miskin, berakhirnya kekuasaan tuan tanah jadi satu-satunya jalan pembebasan. Matinya feodalisme adalah jalan pembebasan.
“Bebas dari penindasan politik. Bebas dari penghisapan tuan tanah dalam bentuk sewa tanah,” kata Asmu Tjiptodarsono seperti dikutip dari buku Untuk Bekerja Lebih Baik Dikalangan Kaum Tani (1958) Minggu (21/9/2025).
BTI merupakan organisasi petani yang berdiri di Yogyakarta pada 25 November 1945. Bergaris politik memperjuangkan hak dan nasib kaum tani di Indonesia.
BTI mengusung reforma agraria sebagai isu utama dalam perjuangan. Melalui sidang Pleno DPP BTI III, BTI mengritik para politisi atau aktivis Partai Komunis Indonesia (PKI).
Kritik ditujukan kepada politisi partai yang tidak tuntas membaca kelas sosial di desa. Kurang memahami pembagian kelas di desa.
Kurang mengerti ciri-ciri kelas tuan tanah dan kelas kaum tani. Yang mana tuan tanah, kelas tani kaya dan tani sedang, mereka belum bisa membedakan.
Sementara dalam Jalan Demokrasi Rakyat yang ditegaskan DN Aidit, langkah pertama politisi PKI adalah membantu kebutuhan sehari-hari kaum tani.
Dengan demikian akan tercapai apa yang dituntutkan kaum tani.
“Langkah pertama tidak mungkin dilakukan dengan baik oleh aktivis-aktivis partai yang tidak mengetahui komposisi kelas-kelas di desa tempat mereka bekerja”.
BTI terus mengusahakan gerakan gotong royong dengan semboyan Bersatu dan Rukun di desa. Gerakan yang diketahui telah mengalami kemunduran.
Kaum tani kurang suka meskipun terkait kepentingan mereka sehari-hari. Penyebabnya adalah gerakan kurang memperhatikan komposisi kelas di desa.
Kemudian kewajiban-kewajiban dalam gerakan gotong royong tidak dibagi sesuai kepentingan kelas masing-masing.
Bagi BTI gerakan gotong royong di desa harus meninggikan kesadaran dan perjuangan kaum tani terhadap tuan tanah.
Bagaimana gerakan menjadikan kaum tani sadar dan mengerti cara-cara penghisapan yang dilakukan oleh tuan tanah.
Sadar bahwa kekuasaan tuan tanah dan feodalisme tidak kekal dan bisa dirobohkan dengan perjuangan tani revolusioner.
Pada tahun 1962 BTI yang punya media (surat kabar) Suara Tani mengklaim memiliki anggota 5,7 juta jiwa. Pada 12 Maret 1966, BTI dibubarkan oleh rezim Orde Baru.
Penulis: Solichan Arif