Bacaini.ID, KEDIRI – Sasi Laut merupakan kearifan lokal di Maluku yang berperan besar dalam menjaga kelestarian kekayaan laut.
Jauh sebelum ada ‘marine conservation’ atau konservasi laut modern, masyarakat Maluku sudah memiliki tradisi Sasi Laut yang diwariskan turun temurun.
Melalui Sasi Laut masyarakat pesisir di Maluku menetapkan aturan larangan menangkap ikan atau mengambil hasil laut dalam jangka waktu tertentu.
Tujuannya adalah memberi kesempatan bagi biota laut untuk berkembang biak, sehingga hasil tangkapan akan melimpah saat masa larangan dicabut.
Sejarah dan Makna Sasi Laut
Tradisi Sasi Laut telah ada sejak ratusan tahun lalu, bahkan sebelum era kolonial. Kata Sasi berasal dari bahasa Maluku yang berarti larangan.
Dalam praktiknya, Sasi tidak hanya berlaku untuk laut, tapi juga hutan dan kebun.
Untuk Sasi Laut, masyarakat biasanya menetapkan wilayah tertentu yang ditandai dengan simbol adat seperti daun kelapa muda, janur, atau papan kayu yang dipasang di tepi pantai atau laut.
Selama periode Sasi, tidak boleh ada aktivitas penangkapan ikan, kerang, lobster, atau teripang di area tersebut.
Tradisi ini dipimpin oleh kepala adat dan tokoh agama, yang bekerja sama dengan warga desa.
Upacara pembukaan dan penutupan Sasi biasanya disertai doa dan ritual adat, menunjukkan perpaduan antara budaya lokal dan spiritualitas.
Aturan dan Sanksi dalam Sasi Laut
Sasi Laut memiliki aturan yang disepakati bersama. Di antaranya:
• Larangan menangkap jenis ikan tertentu, seperti lola (Trochus niloticus), teripang, dan lobster.
• Penentuan waktu tertentu, misalnya 3 hingga 6 bulan, di mana penangkapan dilarang.
• Sanksi adat berupa denda uang, hasil bumi, atau bahkan pengucilan sosial bagi pelanggar.
Sanksi ini membuat masyarakat lebih disiplin dan bertanggung jawab.
Dalam beberapa kasus, Sasi Laut juga melibatkan pemerintah desa atau lembaga resmi seperti lembaga adat Maluku Tengah, sehingga aturan ini semakin kuat.
Manfaat Nyata Sasi Laut
Menurut penelitian World Wildlife Fund (WWF) Indonesia dan LIPI, Sasi Laut terbukti efektif dalam menjaga populasi biota laut.
Beberapa manfaatnya antara lain:
• Meningkatkan hasil tangkapan: Setelah masa Sasi berakhir, nelayan biasanya mendapatkan hasil yang lebih melimpah karena populasi ikan sudah berkembang biak.
• Menjaga ekosistem laut: Larangan sementara membantu memulihkan terumbu karang dan mencegah penangkapan berlebihan atau overfishing.
• Menguatkan solidaritas sosial: Tradisi ini mempererat hubungan antarwarga karena mereka bekerja sama menjaga wilayah Sasi.
Contoh nyata keberhasilan Sasi Laut dapat dilihat di Desa Haruku, Maluku Tengah.
Menurut laporan WWF di tahun 2022, wilayah ini mengalami peningkatan populasi lola hingga 2,5 kali lipat setelah tradisi Sasi diterapkan secara konsisten selama lima tahun.
Di tingkat global, Sasi Laut sering disebut dalam forum internasional sebagai contoh community-based conservation, di mana masyarakat lokal menjadi aktor utama dalam menjaga lingkungan.
Kendala yang dihadapi tradisi Sasi Laut
Meskipun terbukti efektif, Sasi Laut menghadapi beberapa tantangan.
• Tekanan ekonomi yang membuat sebagian nelayan melanggar aturan demi kebutuhan hidup.
• Masuknya kapal penangkap ikan skala besar yang sulit dikendalikan oleh aturan adat.
• Perubahan iklim yang memengaruhi ekosistem laut, termasuk pemutihan terumbu karang.
Karenanya, kolaborasi yang lebih kuat antara masyarakat adat, pemerintah, dan pihak swasta perlu terus dilakukan agar tradisi ini tetap relevan dan berfungsi optimal.
Di tengah ancaman eksploitasi laut yang kian meningkat, kearifan lokal seperti tradisi Sasi Laut ini dapat menjadi solusi pelestarian ekosistem laut.
Penulis: Bromo Liem
Editor: Solichan Arif