Bacaini.ID, DENMARK – Denmark sedang memimpin langkah besar dalam perlindungan hak digital warga negaranya.
Soal perlindungan hak digital saat ini sedang digodok RUU revolusioner yang memberi warga negara kendali penuh atas identitas digital mereka.
Identitas terkait perlindungan hak digital yang dimaksud adalah wajah, suara, dan tubuh, di era teknologi deepfake dan kecerdasan buatan (AI).
Jika disahkan, undang-undang ini akan menjadikan Denmark negara pertama di Eropa yang memperlakukan identitas pribadi layaknya hak kekayaan intelektual.
Undang-undang ini mirip dengan hak cipta untuk karya seni dan musik.
Mengapa RUU Ini Penting di Era AI
Fenomena deepfake berkembang pesat. Teknologi ini memungkinkan siapa pun menciptakan video palsu yang tampak nyata, dari manipulasi politik hingga konten porno non-konsensual.
Laporan dari Deeptrace Labs menyebutkan bahwa 96% konten deepfake di internet adalah pornografi, dan sebagian besar melibatkan penyalahgunaan citra perempuan tanpa izin.
Aturan hukum saat ini tertinggal jauh dari perkembangan teknologi.
Banyak korban yang tidak punya mekanisme hukum untuk melawan pihak yang menyalahgunakan wajah atau suara mereka.
Isi RUU: Tiga Hak Digital Utama
RUU ini diumumkan pada Juni 2025 dan memuat tiga hak fundamental bagi setiap warga Denmark:
• Hak Penghapusan Konten
Warga berhak menuntut penghapusan segera konten deepfake yang menggunakan wajah, suara, atau tubuh mereka, tanpa perlu membuktikan motif jahat di baliknya.
• Kompensasi atas Penggunaan Tanpa Izin
Jika identitas seseorang disalahgunakan, korban berhak menuntut ganti rugi bahkan tanpa perlu membuktikan kerugian reputasi atau niat jahat dari pelaku.
• Tanggung Jawab Platform Digital
Platform seperti media sosial dan penyedia hosting wajib merespons cepat laporan konten ilegal. Jika lalai, mereka bisa dikenai denda yang cukup besar.
Konsep Baru: Identitas Pribadi sebagai Kekayaan Intelektual
Pendekatan Denmark dianggap unik karena mengklasifikasikan identitas pribadi sebagai aset digital.
Ini artinya wajah dan suara diperlakukan sama seperti lagu, foto, atau karya seni yang dilindungi hak cipta.
Denmark bukan satu-satunya negara yang resah terhadap ancaman deepfake. Beberapa negara lain sudah membuat langkah awal:
• Amerika Serikat
Negara bagian seperti California dan Texas sudah mengkriminalkan penggunaan deepfake dalam kampanye politik dan konten pornografi non-konsensual.
• Korea Selatan
Memiliki aturan ketat yang melarang pembuatan dan distribusi deepfake pornografi, dengan hukuman penjara hingga lima tahun.
• Uni Eropa
EU AI Act yang baru disahkan mewajibkan penandaan jelas (labeling) untuk konten yang dihasilkan AI.
Namun, RUU Denmark jauh lebih progresif karena memberi kendali langsung kepada individu, bukan hanya mengatur pelaku atau platform.
Menurut laporan dari Copenhagen Post, dukungan politik untuk RUU ini sangat kuat dan lintas partai, sehingga peluang pengesahannya tergolong tinggi.
Angin Segar Dunia Teknologi Digital
Jika RUU ini berhasil, dampaknya tidak hanya dirasakan di Denmark, tapi juga ekosistem teknologi global.
Platform digital seperti Meta, TikTok, dan YouTube akan memiliki tanggung jawab lebih besar dalam mengawasi konten deepfake.
Industri kreatif dan AI akan memiliki pedoman baru dalam menggunakan data wajah atau suara seseorang, misalnya untuk iklan atau film digital.
Negara lain pun bisa menggunakan model Denmark sebagai acuan hukum internasional. Lantas Indonesia kapan?.
Penulis: Bromo Liem
Editor: Solichan Arif